Saya Menarik Diri Dari Dunia Sepak Bola

Bonek di Gelora Bung Tomo/Foto : Official Persebaya
Iklan

Beberapa jam setelah pertandingan antara Arema vs Persebaya, seluruh laman media sosial, entah media cetak, televisi menayangkan tentang kejadian yang membuat gempar seluruh dunia.

Kejadian Stadion Kanjuruhan (Kanjuruhan disaster) yang mengakibatkan meninggalnya ratusan suporter di dalamnya termasuk beberapa anggota kepolisan. Tidak hanya sampai di situ hingga saat ini masih banyak korban yang masih merasakan trauma dan duka yang sangat dalam. Bahkan orang tua korban khususnya bersumpah untuk mengutuk sepak bola, sebagaimana mereka harus menumpahkan tangis bagi keluarga  yang harus pergi menghadap Tuhan saat itu.

Saya merasakan kesedian mendalam bukan dari kejadian yang sangat besar ini saja tetapi dari semua yang bahkan sering terjadi di setiap pertandingan berlangsung home atau away satu dua korban yang berjatuhan.

Lantas siapa yang harus disalahkan sekarang atas semua tergadi demi tragedi yang terus terjadi? Sulit, namun saya memilih menarik seluruh garis merah, bahwa semua salah dan semua memiliki pembenaran masing-masing.

Iklan

Setelah kejadian ini saya memutuskan menarik diri dari dunia persepakbolaan ini, ayah dan ibuku melontarkan sebuah makian soal sepakbola langsung kepada wajahku, lihat itu?

BACA:  Saatnya Persebaya Menyudahi Pola M-S-K
Jika kamu masih menjadi supporter, masih bangga akan hal itu, hal tersebut bisa terjadi padamu”

Saya adalah supporter Persebaya, berat bagiku melepas seluruh komponen atribut yang sudah menjadi marwah bagiku, namun bagaimana lagi, saya wanita, dan sumpah serapah kebencian terhadap sepakbola sudah tertanam kepada orang tuaku.

Sebagai anak hal yang bisa kulakukan adalah menuruti setiap perkataan mereka yang melahirkan dan membesarkan saya. Persebaya tetap selamanya tapi mungkin ini keputusan terbaik. Hari ini saya putuskan rehat dari sepakbola Indonesia, khususnya laga yang harus saya datang ke stadion

2004 cerita indah bahwa Surabaya menunjukan tajinya adalah tahun pertama ayah mengandeng saya untuk hadir ke dalam stadion, sebuah panggung bergengsi mereka yang pawai mengolah si kulit bundar.

Keputusan yang sulit ketika Ibu tidak akan pernah mengijinkan lagi menapaki tangga stadion, namun bagi ayah, beliau hanya tersenyum dan berkata “1-2 kali tidak masalah, ayah juga dulu bandel sepertimu”

BACA:  Tepati Janji pada Persebaya, Cak Arif Rintis Usaha Merchandise Bongkar

Saya sepakat dengan kata ibu, bahwa mundur sejenak dari sepakbola adalah saran yang bagus, toh nantinya saya berifikir jika anakku memiliki ego yang sama, maka akan sulit bagiku melarangnya.

Saya hanya ingin melihat sebuah pertandingan dengan tenang, saya hanya ingin melihat permainan Indah, teriak gol, suka cita anak yang digendong orangtuanya untuk menonton sepak bola, sajian jajanan stadion yang dapat mengisi perut kosongku ketika menikmati sang maestro lapangan bermain.

Dari kejadian ini semoga kita semua bisa berbenah agar kita semua bisa aman jika menonton bola dan tidak ada lagi kekhawatiran tentang hal buruk yang akan terjadi.

Tidak ada seorang ayah yang menyesal mengenalkan sepakbola kepada buah hatinya, tidak ada tangis ibu yang harus merelakan sebuah pelukan untuk seorang anak yang tewas saat menonton bola, tidak ada seorang teman yang harus meratapi gundukan tanah kubur dengan mengenang setiap detik kebahagian. Saya ingin menonton sepakbola dengan nyaman.

Salam Satu Nyali! Wani

Dancow_puti

Komentar Artikel

Iklan

No posts to display