Duel Aji dan Doll Serta Analisa Laga Persija vs Persebaya

Silvio Junior dan Hanif Sjahbandi/Foto : Official Persebaya
Iklan

Kancil salah satu julukan yang diberikan media massa kala itu untuk pemain Timnas SEA Games 1991 asal Jawa Timur kala itu Aji Santoso. SEA Games Manila timnas Indonesia meraih juara dan menjadi sebuah tinta emas sejarah sepak bola Indonesia.

Kala itu saat timnas yang diasuh oleh pelatih tangan dingin Anatoly Polosin dengan materi nama-nama yang sekarang menjadi legenda seperti Edy Harto, Erick Ibrahim, Ferryl Raymond Hattu, Robby Darwis, Herrie Setyawan, Toyo Haryono, Salahudin, Maman Suryaman, Widodo C Putro, Rochy Putiray, Yusuf Ekodono, dan Bambang Nurdiansyah.

Bagi saya pribadi penerapan permainan Aji Santoso saat ini hampir sama dengan coach Anatoly Polosin saat itu. Banyak memaksimalkan pemain yang ada dan mencari sebuah kekuatan di tengah banyak sekali kelemahan pemain-pemain timnas saat itu.

Gaya tempataan Uni Soviet saat itu benar-benar diterapkan bahkan ada banyak cerita pemain yang harus muntah,sakit dan kabur.
Legenda timnas saat itu Hanafiq yang saat ini menjadi instruktur pelatih, pernah berbicara pada tahun 2019 saat itu Indonesia sampai dituduh doping oleh Thailand saking kerasnya latihan yang diterapkan oleh Polosin.

Iklan

Namun Aji Santoso memiliki cara melatihnya sendiri, tanpa merubah banyak dari taktik. Maklum saja sepakbola semakin modern maka akan ada strategi baru dan gaya permain lama seperti 3-5-2 hingga kick and rush negara Inggris sudah ditinggalkan.

Aji Santoso sendiri masih menerapkan metode shadow football di mana pemain harus ditempa fisik dan konsentrasi, khususnya latihan ini memang akan berguna jika diimplementasikan kepada pemain muda.

Lihat saja bakat-bakat seperti Marselino dan Altha Ballah yang sudah menunjukan tajinya. Laga melawan Persija ini akan menjadi sebuah catatan khusus mengingat Persija saat ini diarsiteki Thomas Doll, salah satu legenda Eropa 90an kala itu.

Tercatat Thomas Doll pernah bermain untuk S.S Lazio era Sergio Cragonti,salah satu President dan owner tersukses Italia saat itu. Dia yang tidak pernah menujukan senyum dan selalu oportunis dalam memilih pemain.

Saat itu Thomas Doll berada dalam asuhan seorang kiper legenda yang menjadi pelatih Lazio saat itu Dino Zoff, bersama pemain-pemain sekaliber Gascione, Paolo Negro, Guiseppe Favalli, Nesta dan top score kala itu Giuseppe Signori.

Sekalipun tidak terlalu tampil impressif namun 1994-1995 adalah tahun terakhir terbaik baginya di Lazio dan berhasil mengantarkan klub berada posisi kedua di bawah Juventus yang menjadi Capolista saat itu.

Justru karir kepelatihan Thomas Doll terbaik ada saat menangani Hamburg SV team Bundesliga adalah menyabet gelar Intertoto 2005, sebuah ajang yang sudah dihapus oleh UEFA.

Mungkin jika anda melihat Intertoto juara 2005 kebanyakan adalah foto ketika Marseille mengangkat Trophy Deodorant itu, tidak salah karena Intertoto sendiri memang dibentuk karena murni judi, tidak ada pemenang dan lain-lain, dan seri terakhir 2005 Intertoto dimenangkan 3 tim salah satunya Hamburg SV.

BACA:  Rendi Irwan dan Hansamu Juga Akan Latih Persebaya Junior Camp

Namun nasib berbeda ketika Thomas Doll melatih Borrusia Dortmund, sekalipun nama-nama mentereng seperti Thomas Wiendefeller, Mats Hummels, Jacub Blaszcykowski hingga Mladen Petric.
Namun penampilan Dortmund bukan semakin membaik justru berada dalam posisi papan bawah diposisi 13. Dan faktanya Dortmund 2007 di bawah asuhan Thomas Doll pernah berkunjung ke Indonesia melawan Timans Selection asuhan Coach Benny.

Dortmund hanya menang 1-0 itu pun dari titik penalty lewat tendangan Mladen Petric, setelah hasil buruk dan catatan pertandingan n Thomas Doll harus angkat kaki dari Signal Idunia Park.

16 Desember 2022 Persija mengahadapi Persebaya di Maguwoharjo, sebuah laga penuh tensi beban ada disetiap pundak para pelatih.
Persija dan Persebaya memang memiliki sebuah DNA yang sama. Secara geografis Jakarta dan Surabaya adalah kota dengan status metropolitan, atau barometer setiap ibu kota khususnya di wilayah Jawa, menjadi sebuah kota yang cocok dengan iklim bisnis,  industry, perdangan export maupun import.

Dalam segi budaya dan masyarakat orang Jakarta dan Surabaya bisa dikatakan sama-sama keras karena berasal dari dataran rendah yang sama dengan pantai utara serta sungai sebagai lahan kehidupan,serta gemerlapnya ibukota menjadi symbol tersendiri membentuk bagaimana nantinya Persija atau Persebaya membentuk pola permainanya sendiri.

Di sisi lain Persebaya dan Persija sendiri juga sama-sama melahirkan sebuah DNA sama, yang terbangun dari 7 klub pendiri PSSI. Sama-sama mengalami dualisme dan sama-sama menempuh serta menyelesaikan di pengadilan.

Persija saat ini diarsiteki oleh Thomas Doll memiliki beberapa pemain andalan semacam Ondrej Kudela,Riko Simanjuntak,Hanif Sjahbandi dan Hanno Behrens.

Namun Persebaya juga masih diperkuat nama-nama Sho yamamoto, Higor Vidal dan Leo Lelis, sedikit 180 derajat mengingat Ondrej Kudela sempat membela Ceko saat harus dilibas Portugal 4-0 di Grup 2 UEFA National League.

Sekalipun harus kalah, tapi moment Kudela harus mengawal Ronaldo sangat diingat public apalagi komentator siaran juga menyebutkan Persija kala itu, sudah pasti hype overproud akan muncul.

Jika dibaca dalam laga terakhir sebenarnya permainan Persebaya tidak seburuk amat, walau hasilnya memang kurang bagus ditambah lagi Persebaya harus menghadapi keputusan kontroversial wasit. Seperti pelanggaran yang tidak dianggap hingga Persebaya melayangkan surat protes atas kinerja wasit.

Koko Ari melompat dari terjangan pemain Persija/Foto : Official Persebaya

Namun dalam pola permainan, Persebaya masih sering membuang-buang peluang, melakukan antisipasi yang salah dari bek, hingga penampilan penjaga gawang yang masih kurang memuaskan.

Catatan untuk Persija juga bermain tidak terlalu bagus ketika menghadapi PSIS Semarang di Maguwoharjo Sleman, taktik dan formasi Thomas Doll benar-benar terlihat berantakan jika harus mengahdapi pola permainan cepat PSIS Semarang.

Serangan Persija seakan melambat jika dilihat dari terdahulu, ini yang nantinya bisa dimanfaatkan Persebaya sebagai cela membombardir benteng Persija. Belum lagi Persebaya selalu memainkan pola serang striker bayangan, dimana semua pemain bisa menjadi eksekutor jika melihat sebuah peluang atau tidak harus memberikan setuhan bola khusus untuk targetman.

Laga hari ini memang menampilkan hasil imbang, sedikit catatan khusus pada laga ini, pertama ada pada line up Persebaya. Mengganti Alta Ballah dengan Salman Alfarid, memasang Deny Agus dan Risky Dwiyan untuk mengganti peran Hidayat / Cobra menurut saya ini menjadi keputusan sedikit aneh.

BACA:  Move On Yuk, Lupakan Polemik Soal AV

Karena ini bukan sebuh pertandingan untuk uji pemain baru, namun Coach Aji malah berani memang mereka dan memarkirkan pemain utama yang memang seharusnya berada diplot tersebut. Dengan resiko bisa jadi mereka akan terlambat panas, dan benar saja sektor sisi sayap kiri yang biasanya digaransi oleh Alta Ballah, baru menit ke 5 sudah dalam ancaman , hanya saja Persija tidak mampu memanfaatkan bola passing dengan baik.

Appresiasi pada babak pertama ini, kemampuan Ernando untuk berani melakukan aksi-aksi memotong bola seperti dahulu. Walaupun sebelumnya pada dua match terakhir Performa Ernando juga cukup baik, tapi lagi-lagi babak pertama memang benar-benar milik Persija. Sebenarnya jual beli serangan sudah terjadi pada awal menit ke 20, hanya peluang terbaik Higor Vidal dimenit ke 35 yang masih belum dapat dimaksimalkan Deny Agus.

Babak kedua tensi awal sudah dimainkan Persija dari peluit dibunyikan, Formasi Persija memang tidak ada bedanya dengan Persebaya, sama-sama menerapkan formasi all out attack dengan memasang 4 pemain maju kedepan.

Hasilnya pada menit 47 memanfaatkan bola liar Riswan, Nico Alfriyanto melakukan sebuah shoot mengarah ke sisi kanan mistar Ernando dan memastikan satu gol untuk Persija.

Setelah Ernando harus memunggut bola dari gawang, tempo permainan Persebaya kembali bangkit. Sesekali pemain berani melakukan Shoot dari luar kotak penalty dimulai dari Alwi dan Juninho. Namun masih bisa ditepis maupun melebar di sisi atas mistar. Walau ada peluang juga dari Ahmad Nufriandani yang masuk menggantikan Deny Agus, dengan melakukan sepakan kaki kiri namun bola melebar disisi atas kanan mistar Andritany.

Hingga menit 94 sebuah aksi Juninho memanfaatkan passing matang Nurfiandani, memanfaatkan lebar mistar kanan dan menghancurkan pesta kemenangan Persija di Maguwoharjo.

Skor berkahir 1-1 namun perlu di garis bawahi untuk pertandigan kali ini, memasang pemain baru sebenarnya tidak ada masalah, namun lebih baik jika dimainkan pada laga non krusial. Masuknya tiga pemain baru tersebut membuktikan bahwa mereka sebenarnya memang belum bisa menjadi pelapis pemain lama jika terjadi hal tidak diinginkan. Untuk hari ini jika ada Man of the match berikan saja kepada Ernando karena dia sudah bangkit dari dua laga awal dan juga Juninho yang berhasil mengahancurkan pesta Persija dan mempertahankan rekor tidak pernah terkalahkan sejak 2018.

 

Dancow_Puti

Komentar Artikel

Iklan

No posts to display