Merawat Ingatan: Tangisan Itu Bernama Persebaya

Bonek di GOR Padjadjaran Bandung/Foto: Joko Kristiono/EJ
Iklan

Surabaya tidak pernah kehabisan kisah-kisah kepahlawanannya, sejak era Majapahit dengan Ujung Galuhnya, perang kemerdekaan 10 November 1945 hingga yang terakhir sejarah mencatat perjuangan Arek-Arek Bonek membangkitkan Persebaya yang mati suri selama kurang lebih lima tahun lamanya.

Satu minggu menjelang kongres di Hotel JW Marriot Surabaya, suhu Surabaya tiba-tiba memanas bukan karena sengatan matahari atau banyaknya polusi udara di perkotaan, namun Surabaya kedatangan musuh yang terbesarnya saat memperjuangkan hak Persebaya.

Tidak terima kotanya menjadi kongres oleh PSSI, Bonek merencanakan aksi turun ke jalan membubarkan kongres tersebut dan menuntut hak Persebaya agar dikembalikan seperti sedia kala.

Musuh tidak hanya berada di luar Surabaya musuh juga berada di dalam kota Surabaya itu sendiri, pressure keras dilakukan Ormas guna meredam Bonek agar tidak turun ke jalan.

Iklan

Pressure juga dilakukan oleh Bonek lainnya yang berseberangan, tujuannya sama agar tidak ada yang turun ke jalan.

Hari yang ditunggu akhirnya tiba, sayangnya keinginan untuk membubarkan kongres PSSI dihadang oleh barikade dari kepolisian. Berada di area sekitar satu kilometer dari hotel JW Marriot, hal itu tidak menyurutkan semangat dari para suporter Persebaya.

Hingga mukjizat datang tepat pukul satu siang, Imam Nahrawi yang kala itu menjabat sebagai Menpora pada saat itu mengambil keputusan berani dengan membekukan PSSI karena dinilai menyalahi aturan yang telah ditetapkan oleh BOPI.

Tangisan pertama dan sujud syukur atas dibekukannya PSSI yang notabene adalah musuh terbesar, tapi ini belum menjadi titik akhir perjuangan. belum berhenti disitu perjuangan mengembalikan Persebaya, kali ini tentang kasus Haki dan logo Persebaya yang mengalami sengketa dengan pihak PT MMIB di Pengadilan Negeri Surabaya. Peristiwa ini bertepatan dengan bulan Ramadhan dan diiringi rintikan air hujan yang turun membasahi jalan Arjuno Surabaya.

Setelah mengalami persidangan yang berjilid-jilid lamanya, akhirnya yang dinantikan tiba. Persidangan kali ini dihadiri ribuan Bonek dari seluruh wilayah nusantara dengan massa yang lebih banyak dari persidangan sebelumnya membuat lalu lintas di sekitaran jalan Arjuno hampir lumpuh total.

Dua jam berlalu perwakilan Bonek dan Manajemen yang sebelumnya berada di ruang persidangan menemui massa Bonek yang berada di luar PN Surabaya dan mengabarkan bahwa PT. Persebaya Indonesia memenangkan persidangan melawan PT MMIB dan berhak atas nama dan logo Persebaya.

BACA:  Laga Persebaya vs Persib Digelar Juli 2018

Kabar ini disambut sesak tangis, Harapan akan dualisme Persebaya telah berakhir mencuat di balik asap flare dan gegap gempita ribuan orang. Tinggal menunggu status Persebaya di resmikan oleh Federasi, tapi tunggu dulu perjuangan masih belum berakhir.

Kongres luar biasa akan dilaksanakan di Ancol, Jakarta Utara. Tersiar kabar bahwa Persebaya akan menjadi bahan pembahasan pada kongres tersebut. Jauh-jauh hari Bonek telah mencarter kereta api jurusan Surabaya-Jakarta untuk mengawal jalannya kongres, Bonek diberi jatah lima gerbong dari PT KAI, Namun tidak hanya menggunakan mode transportasi kereta saja, ribuan Bonek lainnya berangkat menggunakan cara estafet untuk sampai ke Jakarta dengan bergonta-ganti truck. Rombongan besar berangkat menggunakan kereta api. singkat cerita Bonek yang telah datang di Ibu Kota dan langsung ditempatkan di Stadion Tugu, Jakarta Utara markas Persitara.

Ribuan Bonek bermalam di Stadion Tugu, Jakarta Utara sembari menunggu kongres dilaksanakan. Pagi hari penjagaan ketat aparat kepolisian telah dilakukan untuk mencegah Bonek menuju area Kongres, beberapa Bonek tembus sampai ke area kongres. Hasil kongres yang mengecewakan, pembahasan perihal Persebaya ditunda di kongres Ancol, namun perwakilan Federasi dan BOPI menemui Bonek yang berada di Stadion Tugu dan berjanji untuk membahas Persebaya pada kongres selanjutnya di Ancol.

Gruduk Jakarta part dua, Bonek datang kembali ke Jakarta dengan harapan federasi menepati janjinya. Bonek yang hadir sedikit berkurang jumlahnya dibandingkan dengan gruduk Jakarta pertama, mungkin karena sudah yakin Persebaya akan disahkan di kongres ini dan bersiap berpesta di Surabaya.

Mekanismenya hampir sama, Bonek yang datang langsung ditempatkan Stadion Tugu Jakarta Utara, dan masih dijaga ketat oleh aparat kepolisian. Hasilnya sangat mengecewakan, dua kali dikecewakan. Nasib Persebaya tidak dibahas pada kongres kali ini.

Bonek yang berada di Surabaya dengan komando dari salah satu akun sosial media bersiap melumpuhkan kota Surabaya buntut tidak dibahasnya Persebaya pada kongres kedua di Ancol. Malam harinya Bonek memenuhi jalan-jalan protokol Surabaya dengan harapan Negara, Aparatur Negara, Pemkot Surabaya, dan Bu Risma sebagai Walikota Surabaya pada saat itu mengetahui bahwa permasalahan Persebaya ini bukan masalah yang remeh temeh. Negara dan Pemkot Surabaya harus turut andil dalam menyelesaikan kasus Persebaya ini.

BACA:  Dilepas Persebaya, Sidik Saimima Resmi Hijrah ke Perseru

Chaos dengan pihak kepolisian tak terhindarkan kerusuhan terjadi dimana-mana malam mencekam jatuh pada 10 November 2016 bertepatan dengan Hari Pahlawan. Bonek sukses membuat beberapa jalanan Surabaya lumpuh.

Edy Rahmayadi terpilih memimpin federasi menggantikan La Nyalla Mahmud Mattalitti yang tersandung kasus dana hibah Kadin Jatim dan harus lengser dari jabatannya sebagai Ketua Umum Federasi. Edy Rahmayadi memulai diplomasinya dengan datang ke Surabaya bersama perwakilan federasi lainnya untuk menemui Azrul Ananda sebagai penyedia tempat berlangsungnya acara diskusi sekaligus sebagai pemilik Jawa Pos.

Tujuan Edy Rahmayadi datang ke Surabaya adalah untuk meredam Bonek agar tidak berangkat ke Bandung saat kongres PSSI berlangsung. Bonek yang telah ditipu dua kali oleh federasi memutuskan untuk tetap berangkat menuju Bandung dengan kekuatan penuh.

Hampir sama seperti yang terjadi di gruduk Jakarta pertama, Bonek menginvasi Bandung dengan massive. Jalanan di sekitar pantura dan jalur tengah Jawa dipenuhi Bonek yang berlalu lalang untuk berbondong-bondong menuju Bandung.

Sangat disayangkan adalah penanganan yang sama masih dilakukan pihak kepolisian, pengumpulan massa Bonek dipusatkan di Gor Padjajaran dengan dijaga ketat aparat bersenjata, namun harus diakui Bandung memang kota kedua bagi Bonek, Bandung tidak pernah kehilangan keramahtamahannya.

Mendekati siang hari, kabar yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba,  “Persebaya dipulihkan haknya kembali dan bisa berlaga di Divisi Utama tahun ini” ujar Pak Peci dengan pengeras suara, disambut ribuan tangis suka cita mengiringi kabar bahagia untuk semua pecinta sepakbola Surabaya. Usai sudah perjuangan panjang mengembalikan Persebaya ke kancah sepak bola Indonesia.

Tangisan air mata harus kembali menetes kali ini bukan air mata suka cita namun air mata kesedihan yang menetes. Delapan pejuang Persebaya harus gugur saat menuntaskan janji baktinya mengawal Persebaya sampai mati. Ribuan air mata yang menetes menjadi saksi panjang dan berat nya perjuangan mengembalikan Persebaya kembali, dan semua tangisan itu bernama Persebaya.

Al-Fatihah…

 

Komentar Artikel

Iklan

No posts to display