“Yo ayo ayo PERSEBAYA, kuingin hari ini kita menang…
Yo ayo ayo PERSEBAYA, kuingin hari ini kita juara!”
Secuplik lirik lagu berjudul “Persebaya”, yang senantiasa berkumandang bagaikan koor saat pentas-pentas punk era akhir 90-an, yang ditulis oleh band Punk/Oi! asal Surabaya bernama the Silenced dan merupakan lagu yang wajib dibawakan saat band tersebut di atas panggung. Bagaikan magnet yang seolah mengajak para punker penggila sepakbola dan mencintai tim kesayangannya yaitu Persebaya, menyanyikan anthem penuh semangat sambil berpogo mengikuti irama lagu.
Ukie Riots, punker yang juga Bonek
Menurut punker penggemar sepak bola sekaligus pendukung Persebaya, Rizky Surya Pratama Biya atau lebih dikenal sebagai Ukie Riots, ia menjadi pendukung Persebaya semenjak tahun 2002-an. Pada awalnya Ukie Riots mengaku hanya diajak ayah dan kakaknya. Kebetulan pada saat itu, ibunya juga menjual tiket Persebaya di sekitaran Gelora 10 November, Tambaksari. Dari situlah awal mula ia ketagihan untuk terus menyaksikan laga Persebaya, walaupun harus sembunyi sembunyi. Karena waktu itu Bonek terkenal dengan stigma negatifnya, namun seiring berjalannya waktu Ukie akhirnya bisa meyakinkan orang tuanya, kalau Bonek tidak seburuk yang dipikirkan masyarakat luas.
Menurut Ukie, ada filosofi menarik dalam sebutan atau kata Bonek. Menurutnya, Bonek bukan hanya sebutan suporter Persebaya, tapi menjadi lebih kepada cerminan hidup. Berawal dari semangat Bondo Nekat, Ukie yakin masih yakin suatu saat akan berubah stigmanya menjadi Bondo lan Nekat.
Bagi Ukie, selama ini ia tidak pernah merasa ada gesekan antara dirinya yang seorang punk dengan para suporter sepak bola yang berasal dari berbagai macam latar belakang lainnya. Bisa saling beriringan dan tetap saling respect terhadap pergerakan satu sama lain. Karena baginya, Bonek dan Punk masih sama-sama menjadi “kaum minoritas” di kalangan masyarakat sekitar.
Kenthez, vokalis “Total Berantakan”
Gahar di panggung, seorang suami yang mencintai keluarganya, pendukung fanatik Persebaya, itulah gambaran dari seorang punker bernama Imam Sujanji atau lebih dikenal sebagai Kenthez, vokalis dari band punk kawakan asal Surabaya “Total Berantakan”.
Tidak tanggung-tanggung, Kenthez bahkan sering mengajak keluarganya untuk turut serta menonton pertandingan Persebaya.
Kenthez menambahkan, jiwanya bahkan lebih dominan ke Persebaya daripada menjadi seorang punker, 100% (seratus persen) Bonek, 99% (sembilan puluh sembilan persen) Punk, demikian selorohnya. Namun baginya, tidak ada perbedaan baik saat dirinya menjadi punk maupun saat menjadi Bonek, semuanya dia sukai dan bagian dari kehidupannya.
Dan selayaknya Punk yang mendukung team sepakbola kesayangannya, Kenthez bersama bandnya “Total Berantakan” juga menulis lagu yang dipersembahkan untuk Persebaya, berjudul: Bonek Diam Menakutkan, Bergerak Mematikan, yang liriknya sebagai berikut:
Kami ini Bonek Mania
Satu cita dukung Persebaya
Semangat membara demi sebuah asa
Untuk menjadi juara
Reff:
Bonek diam menakutkan
Bergerak mematikan
Green force Persebaya emosi jiwa ku
Semangat kami tak kan pernah padam
Suara kami tak kan pernah hilang
Yakinlah bahwa kau tak sendirian
Reff:
Bonek diam menakutkan
Bergerak mematikan!
Bagus Nugroho, vokalis “Kerangka”
Lain lagi cerita menarik dari Bagus Nugroho, pria berusia tiga puluhan yang akrab disapa Bugs Grind, yang juga merupakan vokalis dari band grindcore asal Surabaya “Kerangka”. Bagus dalam kesehariannya merupakan tipikal seorang pekerja keras di sebuah area pelabuhan di Surabaya. Dalam waktu senggangnya, Bagus mengisinya dengan bermusik dan juga aktif dalam sebuah kolektif punk bernama “Boneka Tanah”. Bagus mengisahkan dirinya pertama kali menjadi pendukung Persebaya sekitar tahun 1995-an. Tiap kali melihat pendukung Persebaya di pinggir jalan, dirinya sering merasa merinding. Bukan karena perasaan takut, tapi karena penuh rasa bangga bahwasanya Surabaya punya klub sepak bola yang merupakan salah satu klub terbesar di Indonesia dengan rentetan sejarahnya yang panjang dan berliku.
Bagus merasakan suka dukanya saat menjadi pendukung tim Persebaya. Pernah waktu ia berangkat ke Jakarta naik kereta api, tiba-tiba kereta api yang ia tumpangi bersama rombongan pendukung Persebaya lainnya dilempari tanpa tahu siapa pihak yang bertanggung jawab atas pelemparan tersebut. Hingga banyak hal lain, yang semakin membuat ia mencintai klub Persebaya. Bahkan ia juga ikut serta saat berdemo bersama ribuan pendukung Persebaya lainnya, berjuang agar Persebaya kembali disahkan keanggotaannya di PSSI.
Kisah Ukie Riots, Bagus dan Kenthez, hanyalah sebagian kecil dari begitu banyaknya kisah anak-anak punk Surabaya yang setia dan sepenuh hati mendukung tim sepak bola kebanggaan mereka, Persebaya. Hal ini mungkin saja berbeda dengan pandangan negatif sebagian kecil pendukung Persebaya, yang sering salah membedakan antara punker yang pemusik dan pekerja keras, yang mencintai Persebaya dengan tulus, dibandingkan dengan beberapa gelintir anak-anak yang mengaku punk, namun hanya memahami punk sebatas dandanan. Anak-anak yang bahkan tidak pernah tahu apa itu punk, dan rentan menimbulkan gesekan dengan masyarakat umum serta dengan pendukung tim sepakbola pada khususnya.
Bagi Bagus, ia seperti para kaum pekerja keras lainnya, membutuhkan hiburan setelah bekerja seharian selama seminggu penuh, yang terwakili saat tim kesayangannya Persebaya bertanding, Bagus bersama ribuan pendukung Persebaya lainnya akan datang untuk membeli tiket dan menonton pertandingan, dan merupakan kepuasan tersendiri apabila tim kebanggaannya, Persebaya, memenangkan pertandingan. (*)
*) Yoyon Sukaryono. Penulis bisa dijumpai di: https://www.facebook.com/tokoh.antagonist