Bicara Surabaya, kebanyakan orang akan mengingat kulinernya, bangunan tua di sekitaran Surabaya Utara, pusat oleh-oleh di sekitaran Pasar Genteng, Tugu Pahlawan, Jembatan Merah, dan bisa jadi kenangan manis dari Gang Dolly. Betul?
Namun, ada satu hal yang terlupakan. Apalagi kalau bukan klub lokal yang menjadi kebanggaan warga Surabaya bahkan Indonesia, Persebaya Surabaya.
Memasuki bulan Mei, Surabaya terasa sibuk dengan berbagai agenda dan acara untuk menyambut HUT Surabaya yang ke-723.
Ada salah satu ajang pemilihan duta Pariwisata Surabaya, Cak dan Ning, di mana para finalisnya diharuskan mengetahui dan mencintai apapun yang berhubungan dengan surabaya, termasuk memahami sejarahnya. Sayangnya, muatan lokal tentang Persebaya tidak dimasukkan dalam bagian sejarah yang wajib dibahas menjelang semifinal pemilihan ini.
Tahun lalu, saat saya menyaksikan parade budaya dalam rangka HUT Surabaya di Balai kota, saya berharap kelak Bonek bisa berpartisipasi dalam parade itu. Bonek juga bisa tampil dalam event apapun yang berhubungan dengan Surabaya.
Corteo dengan menyanyi, menari, bahkan menabuh drum bersama-sama. Tak pernah lelah dan tak pernah bosan meneriakkan segala kerinduan untuk Persebaya melalui chant-chant atau lagu-lagu.
Surabaya bukan hanya unggul karena taman yang hijau, trotoar yang bersih dari sampah, atau pelajar-pelajar yang sukses mengharumkan nama Surabaya. Namun, perlu diingat bahwa pada masanya, Persebaya adalah tim kuat dan ditakuti, serta mempunyai kekuatan, kekompakan, kerja keras yang besar yang juga mampu mengharumkan Surabaya. Waktu itu, Persebaya mendapat dukungan langsung dari Wali Kota Surabaya (Poernomo Kasidi, Cak Narto) bahkan Gubernur (Moehadi Wijaya).
Meski Persebaya belum sepenuhnya bangkit, kekuatan terbesar sekarang bukan terletak pada dukungan Wali Kota atau Gubernur, namun tetap dari kami, Bonek dari manapun.
Respon positif, gegap gempita, dan keceriaan warga Surabaya menyambut perayaan HUT Surabaya dengan berbagai acara membuat saya sedikit sedih tatkala melihat kondisi Persebaya. Gegap gempita itu seharusnya juga diberikan kepada Persebaya yang pada 18 Juni 2016 nanti memperingati HUT ke-89.
Namun, kami tidak akan bosan dan lelah. Biarkan kami terus berjuang, terus berkarya untuk Persebaya dan Bonek. Perlahan-lahan apa yang kami teriakkan semoga akan terwujud.
Pelan tapi pasti, beberapa pergerakan dalam menjaga eksistensi sejarah Persebaya mampu di tampilkan dalam bentuk yang berbeda.
Contohnya apa yang dilakukan salah satu komunitas Bonek Campus. Mereka akan menyelenggarakan Mahakarya Bonek Campus bertajuk History of Persebaya. Acaranya mengupas perjalanan Persebaya di era 1970, 1980, 1990, dan 2000 ke atas. Ini merupakan salah satu bentuk penghargaan dari Bonek Campus untuk para pahlawan Persebaya di era-nya. Persebaya bukan hanya Andik Vermansyah, Taufiq, namun juga mereka-mereka yang lebih dahulu membuat Persebaya ditakuti dan disegani lawan-lawannya.
Menjadi Bonek di Tengah-Tengah Masyarakat
Memang harus diakui, masyarakat sudah mempunyai mindset bahwa bonek itu rusuh, anarkis, dan ngawur. Mindset itu muncul tidak lepas dari ulah beberapa gelintir suporter yang sengaja bersikap ngawur agar dinilai hebat, kuat, dan ditakuti. Padahal pada kenyataannya, apa yang dilakukan suporter tersebut tidak didukung semua Bonek.
Di sinilah peranan besar sesama suporter untuk mau maju, berubah, dan memperbaiki apa yang tidak baik dan kurang bisa menjadi contoh.
Jika boleh saya berpendapat, Persebaya jauh lebih besar dari namanya. Persebaya adalah klub Lokal yang wajib kalian ketahui sejarahnya, kapan awal mula berdiri, bagaimana sepak terjangnya selama menjadi tim kebanggaan arek-arek Suroboyo.
Saya tidak akan memaksa kalian mencintai Persebaya, tetapi buatlah diri kalian nyaman berada diantara Bonek. Lakukan itu dengan hati. Karena menjadi suporter adalah panggilan hati. Dengan hati, kalian akan tahu bahwa apa yang dilakukan Bonek bukanlah membuang-buang waktu dan iseng.
Menjadi bonek bukanlah suatu kesalahan atau kebodohan. Mencintai Persebaya pun bukanlah suatu aib yang harus ditutup-tutupi atau bahkan disebut kampungan.
Persebaya Surabaya, Emosi Jiwaku!