Belakangan ini Persebaya dikenal sebagai “pembunuh raksasa”. Julukan ini disematkan pada klub kebanggaan Bonek karena keberhasilannya mengalahkan beberapa klub yang sedang bercokol di papan atas klasemen sementara Liga 1 2018. Skornya pun mencolok. Setelah membenamkan Persib Bandung di kandang usirannya dengan skor 1-4, Bajul Ijo berhasil mengandaskan perlawanan tim-tim papan atas lain tanpa kebobolan satu gol pun di Gelora Bung Tomo. Madura United berhasil dibuat bertekuk lutut dengan empat gol. Persija Jakarta dan PSM Makassar tidak bernasib lebih baik karena dihujani tiga gol tanpa balas oleh Rendi Irwan cs. Meskipun begitu, apakah tepat bagi kita untuk membiasakan diri dengan predikat Persebaya sebagai “pembunuh raksasa” karena rentetan kemenangan tersebut?
“Pembunuh raksasa” sebenarnya bukan predikat yang pantas untuk Persebaya. Julukan tersebut biasanya disematkan pada tim non-unggulan (underdog) yang mampu mengalahkan tim yang dengan kemampuan yang lebih mumpuni atau berkompetisi di kasta yang lebih tinggi. Di Inggris, julukan ini biasa muncul dalam gelaran Piala FA. Di kompetisi tersebut, klub-klub premier league bisa bertanding dengan tim-tim dari kasta di bawahnya. Di Piala FA, acap kali tim dari kasta yang lebih rendah mampu menumbangkan tim yang lebih diunggulkan. Di website-nya, penyelenggara Piala FA bahkan membuka voting bagi tim pembunuh raksasa favorit. Dengan demikian, julukan “pembunuh raksasa” secara implisit mengasosiasikan Persebaya sebagai tim guram sehingga merendahkan posisinya dalam konstelasi persepak bolaan di tanah air.
Pemberian julukan “pembunuh raksasa” bukannya tanpa alasan. Bagi para pendukungnya, predikat tersebut layak diberikan pada tim promosi macam Bajul Ijo. Di samping itu, prestasi Green Force di Liga 1 sejauh ini memang tidak terlalu mentereng. Dalam kurun waktu yang lama, tim asuhan Djadjang Nurdjaman bercokol di papan bawah dan harus berjibaku dengan ancaman degradasi. Akan tetapi, membiasakan diri dengan predikat “pembunuh raksasa” sama saja memaklumi kondisi yang tidak ideal tersebut. Menjuluki Persebaya sebagai “pembunuh raksasa” tak ubahnya mengingkari harkat dan martabat Bajul Ijo sebagai tim dengan sejarah panjang dan tradisi sepakbola yang kuat.
Persebaya adalah tim besar dengan sejarah panjang dan tradisi sepak bola yang kuat. Klub kebanggaan arek-arek Suroboyo ini didirikan jauh sebelum Republik Indonesia merdeka. Sampai hari ini, Persebaya adalah salah satu tim dengan prestasi paling banyak di kancah persepak bolaan Indonesia. Bajul Ijo berhasil menjadi kampiun Perserikatan sebanyak tujuh kali dan telah mengoleksi dua trofi Liga Indonesia. Di samping itu, Persebaya mungkin merupakan tim yang paling banyak mengecap gelar di kasta kedua kompetisi sepak bola tanah air dengan tiga gelar (2003, 2006, dan 2017). Yang lebih penting, meski Persebaya sempat mati suri, kompetisi internalnya tidak pernah berhenti menghasilkan talenta-talenta muda bagi masa depan sepak bola Indonesia.
Persebaya juga didukung oleh suporter fanatik yang loyal. Di tengah pembekuan PSSI, Bonek tak pernah lelah memperjuangkan kebangkitan Persebaya dengan cara yang terhormat. Dalam dua musim terakhir, Bonek mampu menampilkan identitas sebagai suporter yang kaya akan kreativitas. Chant-chant baru dengan nada yang merdu dan lirik-lirik heroik terus dinyayikan untuk mengobarkan semangat para pahlawan di lapangan. Bonek juga loyal dalam menyokong keberlangsungan tim yang dibelanya. Hingga pekan ke-30, laga kandang Green Force telah ditonton oleh 416.377 suporter. Di sisi lain, Bonek juga menjadi konsumen setia Persebaya Store yang hingga saat ini sudah berjumlah 16 gerai. Baik jumlah penonton maupun store, Persebaya adalah juaranya. Jauh meninggalkan para pesaingnya di Liga Indonesia.
Dengan demikian, alangkah baiknya jika kita tidak melanjutkan rasa bangga terhadap julukan Persebaya sebagai “pembunuh raksasa”. Persebaya adalah tim besar. Oleh karena itu, selayaknya kita berpikir besar dan menjaga kebesaran Persebaya. Bagaimana cara yang harus ditempuh? Jajaran pelatih dan para pemain harus mampu meraih kemenangan dengan cara yang sportif di tiap laga tersisa demi menjaga marwah Bajul Ijo. Manajemen harus mampu meningkatkan kualitas layanan pada “konsumennya” yang sampai hari ini banyak dikeluhkan. Terakhir, sebagai suporter, kita harus tetap menjaga kreativitas, loyalitas, dan ketertiban demi Persebaya yang sustainable.
*) Irfan Ardhani, Bonek, tinggal di Brisbane.