Sebuah berita di situs Tribun Bali yang berjudul Bali United vs Persebaya, Syaiful Indra Sebut Dua Pemain Agresif dan Siap Diantisipasi yang tayang pada 15 November 2018 mematik reaksi audiens, terutama Bonek. Di linimasa Twitter, warganet mempersoalkan pemberitaan Tribun Bali yang dianggap tidak sesuai fakta dan berpotensi memprovokasi suporter Persebaya dan Bali United yang akan berjumpa tiga hari setelah berita ini naik tayang. Untungnya pertandingan Bali United vs Persebaya berlangsung lancar tanpa ada gesekan suporter dari kedua klub.
Pangkal protes audiens adalah bingkai berita Tribun Bali pada tanggal 15 November 2018 yang mengutip pernyataan nara sumber bernama Syaiful Indra Cahya (bek Bali United) yang menyebutkan bahwa ada pelemparan kursi di Stadion Gelora Bung Tomo. Dengan menggunakan analisis framing model William A. Gamson, cara Tribun Bali membingkai berita bisa disebut dengan teknik exemplar (pemberian contoh). Fatalnya, berita Tribun Bali adalah palsu, karena faktanya tidak ada pelemparan dalam saat Syaiful Indra Cahya bertanding di Gelora Bung Tomo. Bahkan tidak ada satupun pelemparan kursi saat Persebaya bermain di Gelora Bung Tomo dalam berbagai pertandingan Liga 1. Jelas kiranya berita Tribun Bali adalah fiktif, bukan kenyataan.
Keberatan terhadap isi pemberitaan tersebut telah disampaikan kepada Tribun Bali lewat akun Twitter Tribun Bali (@Tribun_Bali) oleh Tulus Budi, salah seorang Bonek, melalui akun @bonekboys pada tanggal 16 November 2018, namun tidak ada respon. Sesuai dengan Undang-undang No. 40/1999 tentang Pers, pasal 5 ayat 2, institusi pers wajib melayani hak jawab, namun pada kenyataannya Tribun Bali tidak melayani hak jawab. Cara Tulus Budi menyampaikan hak jawab pada Tribun Bali perlu diapresiasi karena alih-alih menggunakan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Undang-undang Pers yang dipilih sebagai delik aduan.
Tribun Bali harus sadar bahwa institusi pers bukanlah lembaga yang “suci” dari kesalahan. Permintaan maaf, mengakomodasi hak jawab dan melakukan koreksi berita sesuai dengan regulasi adalah cara terbaik untuk menjadikan institusi pers yang bermartabat. Justru keengganan Tribun Bali melayani hak jawab berpotensi melanggar Pasal 18 ayat 2 Undang-undang Pers yang menyatakan bahwa perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
Jurnalisme Siber yang Abai
Sebagai produk jurnalisme, berita Tribun Bali yang disebarkan melalui internet adalah produk jurnalistik siber. Berita berjudul Bali United vs Persebaya, Syaiful Indra Sebut Dua Pemain Agresif dan Siap Diantisipasi, melanggar dua hal. Pertama, melanggar Peraturan Dewan Pers No. 1/Peraturan-DP/III/2012 tentang Pedoman Pemberitaan Media Siber pasal 2 (a) dengan memuat berita tanpa ada verifikasi. Pelanggaran kedua adalah ketika Tribun Bali dengan semena-mena melakukan perubahan isi berita, setelah ada protes warganet tanpa melalui mekanisme yang diatur dalam Peraturan Dewan Pers No. 1/Peraturan-DP/III/2012 tentang Pedoman Pemberitaan Media Siber pasal 4 (a,b,c).
Kebebasan pers harus dilindungi dan dirawat dengan sehormat-hormatnya, sesuai amanat UU No. 40/1999 tentang Pers. Sebagai warga negara yang taat hukum, Bonek yang merasa dirugikan dengan isi pemberitaan Tribun Bali bisa melaporkan Tribun Bali ke Dewan Pers, mengingat Undang-undang Pers bersifat lex specialis. Pasal 17, undang-undang ini mengamanatkan partisipasi masyarakat dalam mendukung kebebasan pers dengan menyebutkan, bahwa (1) Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan. (2) Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa (a) Memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers; (b) menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pers nasional.
Bingkai (framing) pemberitaan Tribun Bali yang memberikan gambaran (depiction) buruk pada suporter sepakbola bisa terulang pada suporter atau fans sepakbola yang lain, bukan hanya Bonek. Tanggal 15 November 2018, Bonek yang dibingkai secara negatif dengan berita fiktif. Di hari depan, suporter lain bisa jadi akan dibingkai serupa demi menaikan pengunjung sibernya.
Cara media siber menaikan jumlah pengunjung dengan bingkai pemberitaan yang bersifat provokasi adalah wujud buruk dari jurnalisme yang dikendalikan hanya sekadar memenuhi pasar (market driven journalism). Alih-alih memperhatikan etika jurnalistik, wartawan dan redaksi bahkan tidak melakukan verifikasi terhadap berita yang mereka unggah. Dalam kasus Tribun Bali, redaksi tidak melakukan klarifikasi dan koreksi atas isi berita sesuai dengan cara koreksi yang diatur dalam Pedoman Pemberitaan Media Siber. (*)
*) Fajar Junaedi, dosen mata kuliah Hukum dan Etika Media, Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta