Saat ini… kita dipertemukan kembali
Kutinggalkan semua demi mengawalmu lagi
Semangat kami takkan pernah lelah dan terhenti
Berjuanglah engkau demi kebanggaan kami
Kukorbankan semua untuk kau sang pahlawan
Kan ku bela dengan penuh rasa bangga di dada
Satukan semangatmu Bajul Ijoku
Doa dan dukunganku menyertaimu
Ku yakin kau pasti bisa takluk kan lawanmu
Ku selalu mendukungmu Persebaya
(Song for Pride)
Sore itu, Selasa 3 April, Stadion Gelora Bung Tomo Surabaya bergemuruh. 50 Ribu suporter Bonek sambil membentangkan syal dan spanduk secara berbarengan menyanyikan Song for Pride jelang laga leg pertama final Piala Presiden 2019 yang mempertemukan tuan rumah Persebaya Surabaya melawan Arema FC. Lagu ciptaan Mahardhika Nurdiansyah itu dikumandangkan untuk mendukung perjuangan Bajol Ijo—julukan Persebaya Surabaya.
Di antara puluhan ribu suporter tersebut, tidak sedikit kaum hawa dan anak-anak yang sepanjang pertandingan terus menyanyi dan meneriakkan yel-yel pembakar semangat untuk Misbakus Solihin, Amido Balde, Damian Lizio, Manuchekhr Dzhalilov, Irfan Jaya, Hansamu Yama Pranata, dkk. Beberapa waktu terakhir pemandangan seperti ini lazim terjadi di stadion kebanggaan Arek-Arek Suroboyo ini.
Stadion Gelora Bung Tomo menjadi ‘destinasi wisata’ baru bagi warga Surabaya. Tidak ada lagi stigma negatif melekat pada kelompok suporter dengan warna kebesaran hijau dengan slogan Salam Satu Nyali, Wani…! ini. Laki-laki, perempuan, tua, muda hingga anak-anak berbaur menjadi satu untuk menyaksikan serta mendukung Persebaya.
Keluarga Dwi Ayu yang tinggal di kawasan Pondok Benowo Indah tak pernah melewatkan sekalipun laga kandang Persebaya. Bersama suami dan anak laki-laki semata wayangnya yang berusia 7 tahun, perempuan yang berprofesi sebagai guru di salah satu sekolah swasta di kawasan Surabaya Barat ini menjadikan Stadion Gelora Bung Tomo sebagai lokasi wisata bagi keluarganya.
“Setiap Persebaya main, kami selalu menonton langsung ke stadion. Apalagi anak saya suka sekali sepak bola, terutama Persebaya. Dia selalu mengklaim dirinya sebagai Bonek pendukung Persebaya dan mengidolakan Irfan Jaya,” ucap perempuan berusia 38 tahun tersebut.
Hal yang sama juga dilakukan Muhamad Mustofa. Pria asal Jember ini rela menempuh perjalanan ratusan kilometer ke Surabaya untuk mendukung Bajul Ijo bertanding. Bersama istrinya, Ria Asmawati dan putrinya yang bernama Chika (10 bulan), Mustofa harus menempuh 5-6 perjalanan mengendarai mobil dari Jember menuju Surabaya yang berjarak sekitar 350 kilometer hingga sampai Stadion Gelora Bung Tomo.
Mustofa mengaku sempat kebingungan arah saat menuju Stadion Gelora Bung Tomo. Maklum, ini baru kali pertama baginya datang langsung ke stadion milik Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya yang termegah di Jawa Timur ini. Beruntung, pria berusia 40 tahun ini bertemu banyak teman-teman Bonek yang juga searah menuju Stadion Gelora Bung Tomo.
“Di perjalanan saya banyak bertemu dengan kawan-kawan Bonek lainnya yang juga searah ke stadion. Jujur ini baru pertama ke GBT (Gelora Bung Tomo, red) dan alhamdulillah di tunjukkan arahnya oleh kawan-kawan Bonek,” ujar Mustofa.
Bonek Telah Berubah
Bonek sudah berubah 180 derajat dibanding beberapa tahun silam, terutama sebelum Persebaya ‘dimatikan secara paksa’ oleh PSSI pada 2010. Stadion Gelora Bung Tomo menjadi tempat yang ramah untuk anak dan siapa saja yang datang. Tidak ada lagi nyanyian rasis dan aksi anarkis lain dari penonton.
Ketika Persebaya ditahan imbang 2-2 oleh Arema FC pada leg 1 final Piala Presiden 2019, kondisi Stadion Gelora Bung Tomo tetap kondusif meski hasil tersebut sangat memberatkan Persebaya kala menghadapi leg 2 di Malang (Leg 2 berakhir 2-0 untuk kemenangan Arema FC sekaligus memastikan Arema FC mejuarai Piala Presiden 2019, red).
Jumat (12/4) malam, ketika rombongan Persebaya yang gagal merebut juara Piala Presiden kembali dari Malang, ratusan Bonek menyambut di kawasan Bundaran Waru dan mengarak seluruh pemain dan pelatih.
Kenyataan tersebut berbanding terbalik ketika Persebaya ditahan imbang Arema malang 0-0 pada pertandingan Copa Dji Sam Soe di Stadion Gelora 10 November Surabaya yang berakhir rusuh.
Sekitar 30 ribu suporter tuan rumah mengamuk. Kerusuhan meledak lima menit sebelum pertandingan berakhir, saat skor masih 0-0. Suporter Persebaya tak kuasa menahan emosi dan menyerbu turun ke lapangan. Mereka melakukan perusakan dan pembakaran papan reklame dan jaring gawang.
Pada sebuah kesempatan, Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi mengatakan bahwa Bonek sudah berubah jauh lebih baik. Bahkan menteri asal Madura ini menyebut salah satu faktor bangkitnya Persebaya adalah berkat dukungan militan Bonek. ”Bonek jauh lebih baik sekarang. Saya bangga!” ujar Imam Nahrawi.
Imej Bonek yang dulu berkesan negatif mulai terkikis. Tidak ada lagi yang menyebut Bonek sebagai maling gorengan, tukang rusuh, tukang palak, dan sebutan negatif lainnya. Aksi heroik Bonek terjadi pada laga perempatfinal Piala Presiden 2019 saat menghadapi PS Tira Persikabo saat melakukan aksi lempar boneka pada saat jeda pertandingan.
20 Ribu boneka yang terkumpul seluruhnya didonasikan kepada anak-anak penderita kanker yang dirawat di seluruh rumah sakit di Jawa Timur. Sebelumnya Bonek juga sudah mendirikan sebuah panti asuhan di kawasan Sidoarjo dan sejumlah aksi sosial lain.
Pada gelaran Piala Presiden 2019, Stadion Gelora Bung Tomo mencatat dua kali rekor dengan jumlah penonton terbanyak saat menghadapi Madura United di leg 1 semifinal dan Arema FC di leg 1 final. Panitia penyelenggara mengumumkan 50 ribu lembar tiket super fans dan ekonomi dengan total penjualan Rp2,5 miliar ludes terjual dibeli Bonek.
Stigma bondo nekat berubah menjadi bondo dan nekat. Harga resmi tiket kategori fans Rp50 ribu per lembar melambung hingga Rp350 ribu per lembar dan tiket super fans yang berharga Rp250 ribu per lembar tembus mencapai Rp1 juta per lembar di tangan calo. Semuanya ludes terbeli Bonek dan Stadion Gelora Bung Tomo full house.
Calo Tiket
Bukan hanya membantu Bonek, mudahnya informasi dan mengakses internet dimanfaatkan maksimal oleh semua orang, termasuk calo tiket. Momen laga kandang Persebaya menjadi ladang pendapatan bagi mereka untuk meraup keuntungan.
Evan, seseorang yang dikenal penulis dari media sosial, menawarkan tiga tiket final leg 1 kategori fans yang dibanderol Rp 1 juta untuk pembelian paket. Evan menolak menjual tiket miliknya per satuan. Evan beralasan telanjur membeli tiket untuk dia dan dua temannya, tapi tidak mendapat izin dari atasannya di kantor karena pertandingan berlangsung pada hari dan jam kerja.
Namun rupanya itu hanya dalih pria yang mengaku tinggal di kawasan Simo tersebut. Dari pantauan akun media sosialnya, Evan ternyata juga menawarkan tiket semifinal leg 1 saat Persebaya menghadapi Madura United. Untuk tiket semifinal tersebut, Evan juga menjual secara paket, tiga tiket fans dengan harga Rp300 ribu.
Namun sebelum benar-benar menjadi destinasi tujuan wisata olahraga, khususnya sepak bola, Stadion Gelora Bung Tomo harus banyak berbenah. Mulai dari pengadaan papan skor elektrik, pengembangan akses dari dan menuju stadion, perbaikan toilet dan musala terutama pengadaan air bersih, serta adanya ketersediaan penjual makanan dan minuman di setiap sektor mengingat saat ini cukup banyak anak-anak yang turut serta orangtua mereka menyaksikan langsung Persebaya berlaga di stadion.
Piala Presiden 2019 berhasil menggerakkan roda kehidupan masyarakat melalui sepak bola. Target yang diusung, khususnya hiburan rakyat, ekonomi rakyat dan industri maju sukses dicapai panitia penyelenggara. Sampai jumpa lagi pada Piala Presiden 2020! (*)