EJ – DPRD Surabaya memenuhi janjinya mendengarkan aspirasi dari Persebaya maupun perwakilan Bonek terkait pembahasan raperda retribusi pemakaian kekayaan daerah. Hari ini (16/7) mereka menggelar hearing dengan memanggil Persebaya, Pemkot Surabaya, dan perwakilan Bonek.
Dalam rapat yang dipimpin Baktiono itu, panitia khusus (pansus) raperda secara khusus membahas kenaikan harga sewa Gelora Bung Tomo (GBT). Disinggung pula terkait larangan Persebaya berlatih di Gelora 10 November.
“Kami mendengar keluhan Persebaya dan teman-teman Bonek ini sangat miris. Masak Persebaya yang jadi kebanggaan Surabaya berlatih di kota lain?” ujar Baktiono saat membuka hearing.
Baktiono langsung mencecar sejumlah pertanyaan pada Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora). Dalam pertemuan itu, Kepala Dispora Afghani Wardhana kembali tidak hadir. Hanya diwakilkan pada sekretaris Dispora, Yerry Purwanto.
“Coba jelaskan kenapa kenaikan sewa GBT setinggi itu? Sejak hearing yang lalu tak ada yang bisa menjawab hal ini,” ujar Baktiono.
Yerry menjelaskan, kenaikan harga sewa GBT sebenarnya tidak seperti yang ramai diperbincangkan selama ini. Yakni, naik 15 kali lipat. Menurut dia, harga yang ada di raperda baru tersebut terlihat tinggi karena skema perhitungannya berbeda.
“Sebenarnya kalau dibanding perda lama naiknya sekitar Rp 8 juta sampai Rp 10 juta,” kata Yerry. Sekedar diketahui, pada perda lama, nomor 2 tahun 2013, harga sewa GBT sebesar Rp 30 juta. Nah, pada raperda nilai sewanya Rp 444,6 juta per hari. Atau Rp 22 juta per jam.
Menurut dia, dalam perda lama semua komponen masih dihitung terpisah. Misalnya, penggunaan air, listrik dan blok komplek stadion. Nah dalam perda baru, komponen-komponen itu masuk sudah include ke tarif sewa.
Menurut Yerry, perhitungan harga sewa itu juga tidak lagi per pertandingan atau per hari seperti pada perda lama. Tapi dilakukan per jam.
“Nanti dihitungkan per itu, eh, apa itu namanya kalau pertandingan sudah dimulai?” jelas Yerry yang langsung disambar celetukan perwakilan Bonek. “Kick off. Mosok dadi Dispora kick off ae gak eruh,” sahut Cak Cong, salah satu perwakilan Bonek.
Penjelasan yang tidak clear dari Dispora itu membuat anggota pansus gregetan. Ahmad Zakaria dari Partai Keadilan Sejahtera mempertanyakan apa dasar perincian harga sewa yang disebutkan Yerry tersebut.
“Di raperda ini tak disebutkan seperti yang Anda jelaskan tadi. Apa dasar Anda menyatakan seperti itu. Harus jelas di awal jangan ada yang di bawah meja,” tanya Achmad Zakaria.
Yerry menjawab, perincian itu nantinya disebutkan dalam peraturan wali kota (perwali). “Mana draft perwalinya?” cecar Zakaria. Yerry mengaku tidak membawa. “Tidak dibawa atau belum disusun?” timpal Baktiono. Yerry hanya diam.
Kepala Bagian Hukum Pemkot Surabaya Ira Tursilowati sempat membantu menjawab. Menurut dia, dalam sejumlah pengelolaan aset daerah, rincian sewa memang diatur khusus dalam perwali. Mendengar itu, Baktiono terlihat kesal.
“Iya saya tahu, tapi harus jelas di awal. Sekarang dijanjikan ada perwalinya. Nanti ganti kepala dinas ngomongnya beda lagi,” ujar Baktiono. Pembahasan pun akhirnya dihentikan. Para legislator sepakat meminta rincian soal harga sewa GBT diperjelas. Mereka ingin semuanya clear dalam draft raperda. Salah satunya bisa dituangkan lewat lampiran penjelasan. “Lihat di lampiran penjelasan ini, semuanya ditulis sudah jelas,” ucap Baktiono.
Ketika diberi kesempatan bicara, manager Persebaya Candra Wahyudi mengaku selama ini tak ada niatan untuk menggelar latihan atau pertandingan di luar Surabaya. “Kami sebenarnya sudah mengajukan izin untuk bisa berlatih di Gelora 10 November yang menjadi ruh dari klub ini, tapi tidak pernah diizinkan,” katanya.
Akhirnya, Persebaya pun mencoba mencari tempat berlatih yang harganya terjangkau dan diberi kemudahan oleh pengelola lapangannya. Pilihannya kadang di Lapangan Sier dan Polda Jatim. “Tapi kalau dua tempat itu tidak tersedia, ya terpaksa ke Sidoarjo. Sebab di sana kami dipermudah. Bukan hanya lebih murah,” kata Candra.
Kata Candra, manajemen berupaya mengelola tim secara profesional. Karena itu biaya-biaya yang dikeluarkan juga bagian dari perhitungan bisnis. “Tapi prinsipnya pertimbangan utama kami itu asal jangan dipersulit saja,” ujarnya.
Menurut dia, selama ini manajemen Persebaya selalu patuh pada regulasi yang ada. “Kami selalu membayar dulu,” ujar pria yang pernah menjadi wartawan di Roma, Italia itu.
Sementara itu media officer Persebaya Nanang Prianto ikut curhat. Menurut Nanang, selama menyewa GBT untuk pertandingan resmi, Persebaya kerap menghadapi masalah. Misalnya terkait izin loading.
Harusnya sesuai ketentuan dari PT Liga Indonesia Baru, loading untuk persiapan pertandingan dilakukan pada H-5. Apalagi jika pertandingan disiarkan langsung oleh stasiun televisi. Nah, selama ini izin loading dari pengelola GBT baru diberikan pada H-1. “Padahal tv yang akan live itu perlu melakukan setting setidaknya H-3,” katanya.
Persebaya Harus Berlatih di Tambaksari
Dalam kesempatan hearing itu, DPRD Surabaya juga meminta Dispora tidak mempersulit Persebaya berlatih di Gelora 10 November. “Soal latihan kenapa Persebaya ini tidak boleh di Tambaksari?” tanya Baktiono.
Yerry Purwanto sempat kebingungan menjawab. Menurut dia, pemkot sebenarnya punya beberapa lapangan lain yang bisa dipakai Persebaya. Bahkan bisa gratis. Jawaban itu membuat Bonek geram. “Lah, wong iki gak eruh sejarah ancene,” celetuk bonek.
Baktiono juga menimpali celetukan itu. “Sampeyan iki yok opo seh! Ini bukan cuma latihan. Tapi juga soal sejarah dan menghidupkan perekonomian masyarakat situ yang bertahun-tahun terkait dengan Persebaya,” katanya.
Yerry masih punya jawaban lain. Katanya, Persebaya tak pernah mengajukan izin. Jawaban itu langsung direspon oleh Ram Surahman, sekretaris tim Persebaya. Ram menjelaskan panjang terkait cerita tidak diperbolehkannya Persebaya berlatih di Gelora 10 November.
Suatu ketika, menjelang pertandingan Liga 1, Persebaya mengajukan izin penggunaan GBT untuk berlatih. Saat itu, Persebaya sudah menyelesaikan persoalan administratif sesuai ketentuan. “Nah sesampai di GBT, pengelola bilang bahwa rumput baru saja dipupuk. Kalau kena kulit pemain bisa gatal-gatal. Kami diminta latihan ke Tambaksari,” kenang Ram.
Persebaya pun bertolak ke Gelora 10 November. Di sana para pemain sudah siap-siap. Saat itu ada Wali Kota Tri Rismaharini. Tanpa alasan yang jelas, Persebaya tak diperbolehkan latihan di sana. “Padahal para pemain sudah pakai sepatu. Akhirnya kami balik cari lapangan lain,” kata Ram.
Pernah juga official Persebaya mengurus izin penggunaan lapangan 10 November ke UPTSA yang ada di Siola. Saat di sana Persebaya juga tidak diperkenankan mengurus izin.
“Nah itu namanya diskriminasi. Tidak boleh seperti itu,” kata Ahmad Zakaria. Dia dan para legislator lainnya di ruangan itu meminta Persebaya mengajukan izin untuk jadwal latihan terdekat. “Kapan latihan lagi?” tanya Baktiono. “Tanggal 19, Pak Ketua,” jawab Ram Surahman.
Baktiono meminta Persebaya mengurus izin untuk tanggal tersebut. Surat izin itu juga ditembuskan ke Komisi B DPRD Surabaya. “Ayo nanti kami bareng-bareng nonton latihan. Harus diberi izin. Jangan dipersulit. Wong mbayar kok gak oleh,” katanya.
Para Bonek yang hadir seketika bersorak. Sebab mereka merasa Gelora 10 November adalah lapangan yang penuh sejarah buat Bonek dan Persebaya. “Mosok tim lain seperti Persipura, Borneo dan Madura United boleh berlatih di sana, Persebaya malah gak boleh,” kata Dian, Bonek Brotherhood.
Fasilitas Minim, Dewan Sarankan Konsep Kerjasama Pengelolaan
Dalam kesempatan itu Dian juga meminta Dispora tidak asal menaikkan tarif sewa untuk Persebaya. Sebab, hal itu bisa berdampak pada Bonek. “Bisa saja Persebaya menaikkan harga tiket nantinya,” kata Dian. Apalagi selama ini fasilitas GBT nilai masih sangat buruk. “Saya sampai bingung ketika anak saya ingin ke toilet. Lah airnya tidak mengalir,” ujarnya.
Fasilitas minim lainnya yang dikeluhkan Persebaya adalah lampu. Menurut Ram Surahman, lampu yang ada di GBT belum memenuhi standar untuk mendapatkan lisensi Asia. “Kemarin disurvei ternyata kekuatan lampunya jauh dari standar. Ada 41 lampu yang mati,” ujarnya. Kondisi itu yang membuat Persebaya tak bisa menggunakan GBT jika nantinya menjadi juara atau runner-up Liga 1 dan harus bertanding di level Asia.
Mendengar keluhan dari Bonek, para anggota pansus setuju pemkot mulai mengkaji konsep kerjasama pengelolaan GBT. Apalagi selama ini pendapatan GBT hanya sebesar Rp 1,8 miliar. Angka itu masih kotor. Belum dikurangi pengeluaran-pengeluaran atau belanja modal.
Di beberapa kota, pengelolaan stadion memang mulai dikerjasamakan pada pengelola klub setempat. Kata Ahmad Zakaria, hal itu memungkinkan saja. Payung hukumnya menggunakan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 19 Tahun 2016. (bim)