BHAYANGKARA FC: Waspada Serangan Balik dan Eksploitasi Centre Space

Bhayangkara FC saat mengalahkan Persija. Foto: bhayangkara-footballclub.com
Iklan

EJ – Bhayangkara FC menjelma menjadi tim yang kuat. Delapan laga tak pernah kalah, anak asuh Paul Munster kini berada di peringkat empat dengan catatan mengumpulkan 44 poin dari hasil 30 main, 11 menang, 11 hasil seri, dan 8 kali kalah. Pelatih asal Irlandia Utara yang baru berusia 37 tahun itu menjadikan Bhayangkara FC tim yang paling konsisten dalam 10 laga terakhirnya. Catatan lain, sejauh ini Bhayangkara FC telah memasukkan 44 gol dan kemasukkan 35 gol. Lantas apa saja yang membuat Bhayangkara FC menunjukkan dominasinya di akhir musim ini, Faktor tangan dingin pelatih atau ada faktor lain?

Paul Munster sering menggunakan dua defensive midfielder dalam formasinya. Ia kerap memainkan 4-2-3-1, 4-3-1-2, juga 4-3-3. Tetapi jika dilihat lebih cermat lagi, peran defensive midfielder menjadi senjata bagi pasukan The Guardian. Mereka selalu menempatkan dua defensive midfielder dalam setiap laganya di bawah Munster. Bukan tanpa alasan, sebab dua gelandang mereka Lee Yoo Jun dan Hargianto yang sering dijadikan starter punya karakter bertahan yang sangat baik. Khusus untuk Lee Yoo Jun, ia tak jarang naik ke depan karena punya akurasi umpan yang akurat dan juga shooting keras. Laga melawan Persija pekan lalu menjadi bukti, Lee mencatatkan satu gol dari shooting luar kotak pinalti dan satu asisst untuk Adam Alis .

Jika lini tengah telah menjadi kunci, maka keseimbangan permainan bisa dijalankan. Menarik memang, jika kebanyakan tim dengan formasi menggunakan fullback menyerang melalui flank, berbeda dengan Bhayangkara yang melakukan serangan dari sisi tengah atau middle. Mereka mampu memanfaatkan half space yang ditinggalkan lawan, untuk masuk melalui sisi tersebut.

Masuknya pemain-pemain Bhayangkara melalui middle third bukan tanpa sebab. Faktornya adalah mereka sengaja memancing lawan untuk meninggalkan ruang kosong di tengah. Dengan demikian one two touch dari defensive midfielder sangat dibutuhkan dalam built-up juga dalam counter attack. Memang tak mudah melakukan cara ini, akurasi umpan dan positioning sangat dibutuhkan dalam taktik ini. Dan kabar baiknya, para pemain Bhayangkara cukup baik dalam passing dan positioning. Hanya dengan dua atau tiga pemain mereka bisa dengan mudah melakukan counter attack.

Iklan

Eksploitasi Centre Space

Grafis: Arvian Bayu/EJ

42 persen serangan mereka lakukan melalui sisi ini. Persentase gambar di atas diambil dari empat laga keseluruhan Bhayangkara FC. Bahkan enam gol yang mereka ciptakan dalam tiga laga terakhir berasal dari eksploitasi centre space. Jika melihat perbandingan di atas, Bhayangkara sangat jarang menyerang melalui flank. Karena fullback mereka memang jarang sekali untuk bantu naik, sedangkan karakter pemain depan yang punya kemampuan bermain sebagai winger hanya Bruno Matos. Masuknya Bruno di paruh musim kedua menjadi senjata ampuh bagi Munster untuk menerapkan pola permainan yang ia inginkan.

Grafis: Arvian Bayu/EJ

Menarik memang cara Bhayangkara eksploitasi sisi centre space lawan. Para gelandang mereka sengaja memancing gelandang lawan untuk naik, sementara defensive midfielder Bhayangkara yang turun dengan low block hanya menunggu, bukan dengan high pressing atau man two man marking. Hanya menunggu. Sementara dengan naiknya gelandang lawan, terciptlah ruang kosong di tengah. AMF sengaja untuk menepi memberikan ruang bagi gelandangan lawan untuk naik, ketika kosong dan Bhayangkara dapat cegah lawan maka waktunya AMF masuk ke dalam ketika melakukan counter attack, sementara Dzumafo menjadi pemantul yang baik dalam setiap serangan tim. Sebagai catatan, Dzumafo punya nilai lebih dalam body balance dan positioning. Sementara itu, dua pemain lain harus berada tidak jauh dari Dzumafo, dengan demikian aliran bola one two touch bisa dilakukan karena jarak antar pemain yang rapat. Dan lini depan mereka hanya melawan centre back.

Bahaya Counter Attack

Grafis: Arvian Bayu/EJ

Sebenarnya tidak jauh dengan apa yang dilakukan saat eksplotasi sisi centre space. Mereka melakukan counter attack juga melalui sisi ini. Bruno Matos, Adam Alis, Teuku Ichsan, Ilham Udin yang notabene winger, oleh Munster dipasang menjadi attacking midfielder. Ini menjadi bukti bahwa kekuatan serangan Bhayangkara sangat bergantung pada terciptanya ruang kosong di tengah lalu mereka masuk melalui centre space. Sejauh ini dalam lima laga terakhirnya, hanya Arema yang mampu menahan serangan Bhayangkara melalui centre space. Arema yang kalah tipis pada waktu itu memainkan high pressing dan direct. Dengan cara ini, kekuatan Bhayangkara agak sedikit tertahan.

Lini Tengah Faktor Kesimbangan

Lee Yoo Jun, Adam Alis, Hargianto, Teuku Ichsan, Ilham Udin. Nama-nama tersebut adalah nama pemain tengah yang dimiliki oleh Bhayangkara. Dari nama di atas punya peran dan keahlian masing-masing. Hargianto murni sebagai gelandang bertahan, sementara meski punya karakter yang sama dengan Hargianto, Lee masih kerap naik bantu serangan. Lewat akuratnya umpan-umpan kerap membantu tim dalam menyerang. Adam Alis punya karakter menyerang yang lebih dari rekan-rekannya. Ia kerap masuk dari lini kedua ketika half space lawan kosong. Ilham Udin meski winger murni, di bawah Munster ia bisa melakukan tugasnya sebagai pemain tengah dengan baik.

Munster kerap memainkan dua defensive midfielder (Lee dan Hargianto) sebagai starter. Mereka cukup baik dalam transisi dari menyerang ke bertahan atau sebalikanya. Lini tengah mereka cukup solid, pasalnya di flank Bhayangkara terutama fullback mereka jarang sekali naik. Mereka hampir bergerak pasif pada posisinya masing-masing. Ini yang membuat lini tengah Bhayangkara terbantu atau bisa dibilang bekerja tidak terlalu keras dalam bertahan.

Lemah dalam Bola Atas dan High Pressing

Lini belakang Bhayangkara didominasi oleh pemain lokal. Mereka hanya punya satu nama asing yaitu Anderson Sales yang cukup punya postur tinggi. Tetapi ini tidak diimbangi dengan postur pemain lain. Putu Gede yang mulanya sebagai wing back kini bermain sebagai centre back menjadi rekan duet Anderson. Ini yang menjadi salah satu alasan mengapa lini belakang Bhayangkara lemah dalam bola atas, apalagi jika lawan punya striker yang bagus dalam duel bola atas.

Satu lagi yang menjadi catatan adalah, meski tampil cukup solid pada transisi menyerang ke bertahan atau sebaliknya. Bhayangkara kerap kesulitan dengan tim yang memainkan direct dan hight pressing. Ini terlihat ketika melawan Arema. Lini tenagh Arema pada waktu itu mampu membaca apa yang menjadi kekuatan Bhayangkara, sehingga mereka kesulitan untuk built-up dari sisi middle third. Karena yang Arema lakukan adalah paksa Bhayangkara dengan direct dan high pressing. (arv)

Komentar Artikel

Iklan

No posts to display