Keputusan ke Surabaya sudah diambil. Tapi, bukan hal yang mudah bagi Syamsul untuk bisa mengembangkan karir.
***
Pekan pertama di Surabaya, rindu kampung halaman di Kabupaten Malang masih terasa. Dia masih sering bolak-balik untuk bertemu dengan orang tuanya.
”Itu pada 1975 saat usia saya masih 20 tahun. Dengan usia yang muda rindu rumah selalu ada,” ucap Syamsul yang saat ditemui memakai kaos sepak bola berwarna biru dan celana pendek hijau.
Apalagi, latihan Mitra hanya dua kali dalam seminggu. Jeda waktu yang lama tersebut digunakan untuk pulang ke desa.
”Namun, lama lama saya gak bisa seperti itu. Mitra pun menawarkan pekerjaan agar waktu yang ada bagi pemain tak terbuang percuma,” jelas Syamsul.
Oleh Mitra, Syamsul dapat pekerjaan sebagai petugas tiket di bioskop. Ini, ungkapnya, dilakukan karena pekerjaannya ringan.
”Hanya mengecek tiket penonton yang masuk. Pekerjaannya hanya malam,tapi gak sampai begadang,” lanjut suami dari seorang guru tersebut.
Dengan bekerja dan bergabung Mitra, Syamsul sudah bisa mengumpulkan uang. Uang itu dipakai untuk membeli sepeda.
”Dengan sepeda itu, kali pertama saya keliling Surabaya. Selain untuk menghapalkan jalan, saya mau cari lapangan yang dekat dengan kos,” jelas Syamsul.
Lapangan PJKA di Pacar Keling, ujarnya, menjadi pilihan. Setiap pagi, dia menamah latihan fisik dan teknik sendiri.
”Kalau latihannya Mitra di Bumimoro. Saya merasa latihan seminggu dua kali masih sangat kurang,” terang Syamsul.
Keseriusan Samsul dan Mitra di sepak bola membuahkan hasil. Tiap musim, klub tersebut mampu keluar sebagai juara di kelas yang diikuti. Sehingga, hanya butuh tiga tahun bagi Mitra untuk bisa menembus Kelas Utama Persebaya. Syamsul juga kena imbasnya.
”Saya dipanggil masuk tim Persebaya. Hanya, saya masuknya tim B,” kenang lelaki jangkung ini.
Masuk tim A, terangnya, sangat susah. Di tim tersebut bertabur pemain-pemain bintang.
”Ada Kadir (Abdul Kadir), Joko Malis, Hadi Ismanto di depan. Siapa bisa menggeser mereka,” lanjut Syamsul.
Dengan materi seperti itu, jelasnya, Persebaya mampu menjadi juara perserikatan pada musim 1977/1978. Ketika itu, dia masih di tim B. Namun, dari tim B itu pula, Syamsul dipanggil masuk tim nasional Indonesia. Kok bisa? (Bersambung)