Berita bohong alias hoax harus diperangi Bonek. Karena kabar yang tidak jelas asal-usulnya maupun kebenarannya yang dipertanyakan dapat menjadi permasalahan fatal di kemudian hari. Kemajuan zaman yang diwarnai dengan digitalisasi membuat hutan rimba media sosial semakin tidak bertuan dan persebaran informasi yang belum tentu benar kian tidak terbendung. Bonek sebagai bagian dari elemen masyarakat juga harus mengambil peran dalam memberantas hoax.
Saya pernah mengalami sendiri ketika Bonek menjadi korban berita bohong. Masih lekat di ingatan pada Januari 2010, pada saat itu saya perjalanan dari Tulungagung yang merupakan kota kelahiran menuju Yogyakarta, tempat saya kuliah. Selepas Shubuh saya diantar Bapak menuju Stasiun Tulungagung untuk naik Kereta Api (KA) Rapih Dhoho dengan tujuan Kertosono. Setelah sampai di stasiun yang terletak di simpang tiga Nganjuk-Kediri-Jombang tersebut, saya ganti naik KA Pasundan.
Di KA yang memiliki relasi Surabaya-Kiaracondong, Bandung ini saya duduk di kursi yang hanya berjarak dua baris dari sambungan kereta. Di seluruh rangkaian KA Pasundan tersebut hampir dipastikan ada rombongan Bonek yang akan mendukung Persebaya melawan Persib di Stadion Si Jalak Harupat, Bandung. Mereka semua duduk di kursi yang telah disediakan, bertiket, dan tidak ada yang nggandhol. Saya sendiri tidak akan ikut tret-tet-tet ke Kota Kembang karena ada jadwal kuliah dan tiga hari sebelumnya juga sudah menonton pertandingan derbi Jawa Timur, Persebaya vs Arema di Gelora 10 Nopember, Surabaya.
Ketika sepur hendak memasuki Stasiun Jebres, laju moda transportasi berbasis rel tersebut mulai berjalan perlahan. Di kiri dan kanan kereta terlihat sepi. Posisi rel berada di bawah, di antara apitan rumah-rumah warga di atasnya. Di pagar perkampungan yang mepet dengan jalur KA tersebut terdapat barisan batu bata, batu krakal, botol bekas minuman, maupun pecahan cor-coran. Semua penumpang tidak ada yang menyangka bahwa benda-benda tersebut kemudian disalahgunakan.
Duar…! Sejumlah kaca gerbong terkena lemparan. Orang-orang di luar KA Pasundan bukan hanya melempari kendaraan yang kami tumpangi, namun juga mengeluarkan cacian, umpatan, makian, hingga mengeluarkan gestur jari tangan yang kurang sopan. Suasana mencekam.
Di dalam gerbong, semua penumpang menunduk. Teriakan takbir hingga balasan umpatan sempat mewarnai. Namun, ada satu hal yang patut dicermati yaitu tidak ada balasan lemparan dari dalam gerbong. Baik oleh penumpang umum maupun Bonek. Semua ketakutan. Khawatir terjadi hal yang tidak diinginkan. Beberapa bayi menangis sekeras-kerasnya. Situasi ini sedikit mereda ketika kereta api mulai mengencangkan lajunya memasuki Stasiun Jebres.
Sepenggal cerita di atas adalah fakta yang saya alami sendiri. Akan tetapi, apa kata media? Sejumlah media massa memberitakan bahwa terjadi bentrok antara Bonek dan warga Solo. Ada juga yang mewartakan bahwa Bonek menyerang warga Kota Bengawan. Padahal kenyataan tidak seperti itu sebagaimana yang saya alami. Tayangan televisi yang sempat saya saksikan setelah sampai di Yogyakarta juga tidak menunjukkan bahwa Bonek ikut menyerang. Justru saat melewati lintasan kereta api, beberapa oknum warga melempari sepur yang ditumpangi Bonek.
Sejumlah teman saya membuat status di media sosial bahwa Bonek berulah di Solo dan mereka mengecam tindakan suporter Persebaya tersebut. Saya yang mengalami sendiri peristiwa tersebut langsung mengklarifikasi dengan mengirimkan pesan singkat. Teman-teman saya pun minta maaf dan bersedia menghapus unggahannya di media sosial yang identik dengan warna biru tersebut.
Terkait konflik dengan masyarakat Solo tidak perlu diperbincangkan lagi. Karena antara Bonek dan Pasoepati sudah ikrar damai. Apalagi bukan itu poin penting dari tulisan ini. Esensi dari coretan sederhana ini adalah menjadikan euforia ulang tahun ke-93 Persebaya sebagai momentum bagi Bonek untuk berani memerangi hoax. Tentu saja berita bohong tidak perlu dibalas dengan hoax baru apalagi lebih parah. Melawan hoax adalah dengan memberi klarifikasi maupun cek and ricek. Jika memang hoax harus berani meluruskan. Namun jika kabar itu benar dan menyudutkan juga harus wani untuk berjiwa ksatria serta tidak mencari kambing hitam.
Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) belum sepenuhnya hilang. Surabaya Raya termasuk wilayah yang perlu penangangan ekstra. Jangan dikira penanggulangan virus yang mudah hancur karena sabun tersebut hanya tanggung jawab tenaga medis. Masyarakat umum termasuk Bonek pun bisa ambil bagian. Aksi-aksi yang bersifat hardware sudah dilaksanakan dengan baik semisal pembagian masker, penyemprotan disinfektan, pembuatan hand sanitizer, maupun pemberian paket sembako. Kerja software juga perlu diperhatikan yaitu memberantas hoax yang meresahkan terkait Pandemi Covid-19.
Berita tentang Corona yang berseliweran di dunia maya tidak semuanya dapat dipertanggungjawabkan. Beberapa malah membuat masyarakat semakin cemas. Kesehatan mental perlu diselamatkan supaya korban akibat Pandemi Covid-19 tidak bertambah banyak. Bonek bisa melakukan ini. Minimal saring sebelum sharing. Jika ada yang jelas kebohongannya dapat memberikan klarifikasi apabila memang mempunyai kapasitas atau telah diizinkan oleh pihak terkait.
Dirgahayu Persebaya. Wani perangi hoax! (*)