Tragedi Kanjuruhan membawa revolusi besar – besaran antar berbagai supporter di Indonesia. Salah satu yang paling jelas terjadi adalah berdamainya beberapa kelompok supporter di Indonesia, mulai dari berdamainya supporter Jogja – Solo – Sleman, hingga supporter asal Pati – Kudus – Jepara. Tragedi memilukan itu membuat mereka melepas ego mereka masing – masing, berpelukan hingga tak ingin lepas lagi, dan menciptakan hal – hal baik yang belum pernah mereka pikirkan sebelumnya.
Berhasilnya tokoh elemen supporter yang sebelumnya memiliki permusuhan yang tinggi membuat Persebaya dan Bonek tergugah untuk mencoba membangun komunikasi yang selama ini mandek, yaitu dengan Arema dan Aremania. Beberapa komunikasi antara dua supporter mulai terhubung, meskipun terdapat pro kontra di dalamnya, mulai dari yang setuju untuk berdamai hingga yang masih menginginkan rivalitas dengan berbagai caranya sendiri.
Saya sendiri, sebagai penulis dan tentunya sebagai salah satu pendukung Persebaya tentunya ingin memilih opsi yang pertama. Sudah lama rivalitas tidak sehat ini tertanam yang mungkin jika tidak ada tragedy Kanjuruhan akan terus tertanam hingga saat ini. Akan tetapi, setelah dipikir – piker kembali, memilih opsi yang kedua bagi penulis untuk saat ini bukan sebuah opsi yang buruk, akan tetapi dengan cara yang berbeda tentunya.
Model rivalitas yang penulis maksud adalah mengambil maksud dari rivalitas itu sendiri, yaitu saling bersaing untuk menjadi yang terbaik. Ya, rivalitas memang memiliki arti persaingan, namun dengan cara yang positif dan sehat serta tidak saling menjatuhkan. Selain itu, dalam sebuah rivalitas, kedua belah pihak yang berivalitas mengakui hal – hal baik yang telah dilakukan oleh rivalnya, sehingga persaingan untuk selalu menjadi yang terbaik akan terjaga.
Analogi tentang rivalitas ini penulis dapatkan melalui nostalgia saat bermain Playstation di masa kecil, yang dimana penulis sangat suka bermain game bergenre musou war Bernama Basara. Nostalgia itu penulis lanjutkan saat menonton film Basara yang memiliki 3 series yang diikuti oleh penambahan beberapa karakter.
Dari situlah, penulis menemukan fakta bahwa sang pendekar berpedang 6 bernama Date Masamune sebenarnya tidak bermusuhan dengan Sanada Yukimura, pemilik dua tombak merah dari klan Takeda serta penerus dari Takeda Shingen, melainkan mereka memiliki rivalitas yang selalu terbangun setiap saat.
Kedua pendekar yang menjadi karakter favorit dari penggemar game Basara itu mengajarkan bagaimana memaknai sebuah rivalitas. Setiap pertemuan mereka selalh dihiasi dengan pertarungan sengit yang seimbang, dan keduanya selalu berkembang dalam pertarungan setiap mereka bertemu lagi.
Diluar pertarungan mereka, pada dasarnya Masamune sangat respek kepada Sanada, anak muda yang dijuluki macan dari Kai itu. Masamune mengakui Sanada sebagai anak muda yang penuh semangat dan tidak mudah menyerah, serta selalu menolong siapapun yang membutuhkan pertolongan. Sanada juga sangat menghormati Masamune yang dalam hieraki kepemimpinan, setara dengan Takeda Shingen, pembimbing hidup Yukimura dan pemimpin di klan Shingen, serta memiliki sifat yang tidak mudah menyerah dalam memajukan klannya.
Masamune dan Sanada juga tidak sungkan untuk beberapakali bekerjasama, terutama untuk memberantas kejahatan yang terjadi di Jepang kala itu. Salah satu kasusnya adalah bagaimana keduanya membebaskan jepang dari teror Raja Iblis keenam bernama Oda Nobunaga.
Rivalitas sehat yang ditunjukkan oleh Masamune dan Sanada dapat diaplikasikan dalam rivalitas tinggi di dunia sepakbola Indonesia, seperti antara Bonek dan Aremania ini. Sebagai contoh, saat mereka bertemu, kedua tim akan menunjukkan siapa yang lebih baik dalam pertemuan tersebut, dan bagi kedua supporter, akan menunjukkan siapa suporter paling kreatif dalam pertemuan tersebut selama 2 x 45 menit.
Namun setelah pertemuan selesai, mereka berpelukan lagi, mengakui kehebatan lawannya, dan bercanda bersama, sambil berjanji akan menjadi lebih kuat lagi dalam pertemuan berikutnya. Itulah yang penulis maksudkan sebagai rivalitas, bukan rivalitas saling menyakiti dan mebunuh satu sama lain, karena Masamune dan Sanada selama persaingan mereka tidak pernah menunjukkan seperti itu.
Kesimpulan dari tulisan ini adalah bahwa apa yang ditunjukkan oleh Date Masamune dan Sanda Yukimura dalam rivalitas mereka sebagai pendekar hebat di Jepang menjadi dasar dari terciptanya rivalitas yang sehat, terutama bagi Bonek dan Aremania. Adu kreatifitas di lapangan, psywar dan chant – chant boleh dilakukan, namun jangan lupa untuk mengakui kehebatan masing – masing sekaligus memotivasi diri agar menjadi lebih baik lagi pada pertemuan berikutnya.
Ditulis oleh pemilik akun
TWITTER : @visnuassyafiq
INSTAGRAM : @visnusuwarto