Selamat ulang tahun Persebaya Surabaya yang ke-90. Kelegendarisanmu tidak perlu diragukan lagi. Engkau adalah satu dari beberapa klub sepakbola di Indonesia yang sangat berpengaruh. Sejarah dan perjalananmu menjadi ‘kiblat’ untuk klub-klub lain. Anggap saja memang kita adalah contoh untuk klub-klub lain beserta suporternya. Agar kita semua yang ada di dalam Persebaya terus berbenah dan menghilangkan jarak yang selama ini masih terlihat.
Jarak Antara Sesama Bonek
Kita sebagai individu (Bonek) sejatinya harus selalu bertanya pada diri kita sendiri, apakah kita sudah bersatu dengan individu-individu (Bonek) lainnya? Menganggap bahwa diri kita atau komunitas di mana kita berada sebagai yang paling benar adalah hal yang paling salah dalam norma-norma kependukungan. Padahal kita sama-sama mendukung klub sepak bola yang sama yaitu Persebaya.
Jika kita berkaca pada Anniversary game Sabtu lalu (17/6), memang tema-nya adalah sebuah perayaan ulang tahun Persebaya yang ke-90 tetapi masih ada beberapa hal yang patut untuk dicermati di dalam hal ke-suporteran. Dimulai dari saat hendak mengheningkan cipta untuk mengenang pemain Persik U-17 yang meninggal karena kecelakaan sesaat setelah pulang latihan, terdengar dan terlihat tribun timur masih keras bersorak dan bernyanyi padahal momen mengheningkan cipta adalah momen yang sangat cocok untuk memberikan respek pada Persik Kediri dan Persikmania yang hadir di GBT. Butuh beberapa kali teriakan untuk mengingatkan agar menghentikan nyanyian. Tentunya peran pemimpin tribun (dirijen) tentulah sangat pentin. Yang pasti dirijen harus lebih paham akan situasi yang sdang terjadi dibandingkan teman-teman suporter lain, karena itulah fungsi dirijen yang seharusnya, untuk memimpin dan memberi contoh.
Entah apa yang sebenarnya terjadi dengan tribun timur. Di saat yang lain tidak meyanyikan chant tentang kebencian, tribun timur masih terdengar menyanyikan chant-chant yang tidak seharusnya disuarakan. Padahal di GBT banyak anak-anak yang masih kecil yang datang dan tentunya tamu-tamu yang diundang. Hal tersebut tentunya tidak sinkron dengan visi dan misi Bonek untuk berubah. Malahan hal tersebut dapat menurun ke orang-orang yang mendengarkannya. Memang perang dirijen sangatlah vital, karena apa yang dinyanyikan pasti berawal dari dirijen.
Untuk yang ke sekian kalinya, tribun timur tidak menunjukkan bahwa Bonek bersatu. Saat tribun utara menyanyikan chant Ayo Green Force yang liriknya sangat mendemonstrasi suporter untuk tidak tawuran dan berharap tribun timur bergabung untuk membalas dan menyanyikan chant tersebut, namun tribun timur tidak membalas dan bergabung untuk menyanyikan. Padahal tribun selatan, VIP, bahkan Persikmania pun bergabung karena dari chant lah, rasisme, diskirminasi, dan hal-hal yang negatif dapat lenyap.
Saya atas nama individu tentunya berharap teman-teman Bonek yang belum mampu untuk melebur dengan satu sama lain agar segera berpikir panjang dan segera melebur. Tentunya saya sebagai individu selalu introspeksi diri setelah melihat pertandingan Persebaya, apa ada yang salah dengan teman-teman bonek, aparat kepolisian, pemain dan juga manajemen. Solusi dari saya untuk teman-teman Bonek seluruh dunia adalah teruslah berbenah dan jangan biarkan ada jarak di antara kita karena seyogyanya kita mendukung klub yang sama, Persebaya Surabaya.
Salam Satu Nyali, Wani!
*) Pemilik akun twitter @bayoghanta13