Emosijiwaku.com – Perjalanan ke kota Blitar tahun 2008 lalu tak akan bisa dilupakan Nurani Utami. Rani, begitu dia disapa, merasakan kemarahan atas ketidakadilan yang menimpa dia dan keluarganya. Saat itu, sekelompok suporter rival Persebaya beratribut biru yang sedang berkonvoi ria tiba-tiba mengerumuni dan menggencet mobil yang ditumpangi keluarga Rani. Dia menyadari jika plat mobil yang ditumpanginya berplat L.
Kemarahan Rani semakin memuncak tatkala dia melihat ada aparat dari kepolisian yang berjarak 20 meter dari tempat kejadian hanya “mendiamkan” dan merespon biasa atas aduan yang dia utarakan.
Ya, sepenggal kisah tadi diungkapkan Rani saat reporter Emosijiwaku.com berkesempatan mewawancarai Bonita berhijab anggun dan manis ini. Rani memang salah satu Bonek Wanita yang setia mendukung Persebaya.
Rani menceritakan awal mula kenapa tertarik mencintai Persebaya dan memilih menjadi pemain kedua belas dengan menjadi Bonita.
“Agak kesel aja kenapa mobil keluargaku yang jadi sasaran. Padahal waktu itu aku bukan Bonek meski mobilku berplat L,” kilahnya.
Karena kemarahan itulah, Rani kemudian memutuskan “balas dendam”. Balas dendam di sini bukan berarti ingin membalas perlakuan suporter rival. Tapi memutuskan menjadi Bonek. Rani merasa dirugikan oleh rivalitas kedua suporter yang berdampak pada masyarakat yang tidak tahu apa-apa.
“Sekalian saja aku jadi Bonek. Kejadian itu membuatku marah kepada mereka. Aku ingin merasakan seperti apa rasanya menjadi Bonek kok sampai-sampai kebencian antara kedua kelompok suporter ini begitu besar,” ungkapnya.
Rani mengaku baru pertama kali melakukan awaydays, tepatnya pada tahun 2010. Waktu itu dia ingin menonton pertandingan antara Persebaya melawan Persiba Bantul di stadion Sultan Agung Bantul. Dia mengaku tidak akan pernah melupakan perasaan euforia waktu itu. Menurutnya, bisa satu gerbong dengan sesama teman-teman Bonek sangatlah berkesan. Apalagi pengalaman tersebut dia rasakan saat melewati kota Solo yang mana saat itu masih ada rivalitas panas antara Bonek dan Pasoepati, suporter Persis Solo.
Rani sempat mengatakan jika dia hampir menjadi korban penusukan beberapa oknum suporter yang memakai baju serba hitam dengan logat kedaerahan yang hampir sama dengan logat khas Jawa Timur-an. Untungnya Rani menyadari akan hal itu dan dengan sigap menghindar.
“Aku gak kapok dan malah semakin tertantang saat menghadapi situasi seperti itu,” ujar perempuan yang juga bekerja sebagai jurnalis ini.
Rani mengaku sejak menjadi Bonita, dia merasa mempunyai belahan jiwa yang selalu membuatnya bersemangat. Apalagi saat dia berada di tribun langsung mendukung Persebaya berlaga. Rani seperti menemukan keluarga baru.
Dia merasakan jika apa yang dipikirkannya saat ini sangat jauh berbeda dengan awal saat dia memutuskan menjadi Bonita.
Bonek dan Bonita baginya sama seperti orang kebanyakan. Mereka juga mempunyai empati besar dengan sesama suporter. Mereka bisa melakukan dan melaksanakan suatu kegiatan positif. Sayangnya stigma buruk sudah terlanjur melekat dalam identitas Bonek yang sampai sekarang masih sulit dirubah.
Perempuan yang mengidolakan Mario Karlovic ini mengatakan awal keseruannya menjadi Bonita adalah ketika dia bergabung dengan komunitas Bonek kampus Universitas Hang Tuah Surabaya. Termasuk saat dia mengalami situasi genting dimana Bonek bentrok dengan warga Bantul yang menyebabkan dia bersama teman-temanya kesulitan untuk pulang ke Surabaya. Untungnya waktu itu bisa dilalui dengan baik ketika Rani memutuskan meminta bantuan suporter setempat untuk mengawalnya. Akhirnya Rani dan teman-temannya diberi tempat istirahat oleh warga setempat yang iba.
Rani yang setia menempati Tribun Green Nord saat Persebaya berlaga ini mengaku perkenalannya dengan dunia sepakbola saat dia masih duduk di bangku sekolah di kota Jogjakarta. Saat itu dia menyaksikan PSS Sleman bertanding. Anehnya dia malah jatuh hati kepada Persebaya saat dia memutuskan melanjutkan pendidikan di Surabaya.
“Daddy-ku orang Solo, Mommy orang Jogja. Aku gak mau kalau tidak langsung menyaksikan Persebaya main. Mau gak mau daddy dan mommy mengijinkan aku berangkat mbonek.”
Rani melanjutkan jika awalnya dia sempat ditentang keras oleh ayahnya menjadi suporter. Alasannya karena Rani adalah anak perempuan. Selain itu, kondisi di tribun rawan membuat Rani drop tatkala menghirup asap Flare saat dinyalakan.
Anak ketiga dari lima bersaudara ini juga sering mengalami nyinyiran karena pilihannya menjadi suporter perempuan. Mulai dari komentar pedas yang bikin telinga panas sampai nyinyiran yang memojokkan dirinya yang berhijab.
“Menjadi suporter kan sudah pilihan. Dan berhijab pun bukan halangan bagiku untuk tetap bangga dengan identitasku sebagai Bonita.”
Rani juga mempunyai harapan besar untuk Persebaya yang saat ini belum bisa bangkit sepenuhnya.
“Mafia-mafia yang punya kepentingan kekuasaan yang merusak sepakbola Indonesia hendaknya dikebiri atau diganti. Karena percuma kalau kita berhasil membuat Persebaya bangkit tetapi federasi sepakbolanya masih belum sehat dan bersih. Nantinya harus ada orang-orang bersih yang mau memperbaiki sepakbola indonesia agar lebih maju. Kalau bisa diikuti perubahan yang jauh lebih baik,” tegas Rani.
Fenomena suporter perempuan tak lagi menjadi hal tabu atau aneh. Bagi Rani, perempuan mempunyai tempat dan kesempatan yang sama untuk bisa menjadi pemain keduabelas dan bukan sekedar pemanis tribun. Lebih dari itu, suporter perempuan mampu berperan lebih untuk merubah stigma buruk yang disematkan dalam diri Bonek atau Bonita menjadi lebih positif. (nin)