Angan ini melayang tepat pada hari ini, 8 tahun yang lalu. Saat itu Liga Indonesia musim 2009-2010. Arema menjadi juara liga, sedangkan Persebaya terpuruk dalam lingkar degradasi. Euforia juara, digelorakan hampir sebulan penuh oleh Aremania. Konvoi dan perayaan hampir menyeluruh di wilayah Malang dan sekitarnya.
Efek euforia itu berimbas pada kendaraan bernopol Plat L (Surabaya) yang menjadi bulan-bulanan Aremania entah itu di-sweeping, dilecehkan, atau dirusak secara fisik pengemudi dan kendaraannya. Maklum karena saat itu, segala kegiatan di Malang dilakukan secara “Arema”. Apalagi frekuensi konvoi terjadi hampir setiap hari dan itu dimuat media hampir setiap hari juga.
Nyanyian rasis dan chant anti Bonek, lazim berkumandang mewarnai di setiap perayaan di sana. Korban perusakan kendaraan ber-nopol L semakin banyak saja.
Sementara itu di Surabaya, yang saat itu berada di posisi korban, terjadi gerakan yang tak terduga. Surabaya yg terkenal dengan orang-orangnya mempunyai karakter egaliter, keras dan pemberani. Saat itu menunjukan sikap ksatrianya.
Tidak ada aksi balasan untuk men-sweeping kendaaraan Plat N dengan kekerasan. Tidak ada tindakan balas dendam yang bersifat perusakan atau kriminal. Padahal Jikalau mau, Bonek, suporter Persebaya bisa saja melakukanya.
Saat itu, Indonesia terbelalak dengan gerakan aksi balasan Bonek dan beberapa elemen komunitas di Surabaya. Alih-Alih melakukan aksi kekerasan, mereka justru “men-sweeping” kendaraan Plat N yang ada di Surabaya untuk diberikan sekuntum bunga Mawar merah, sebagai simbol balasan perlawanan elegan mereka. Sebagai sinyal bahwa Surabaya aman untuk semua kendaraan apapun nopolnya.
Ketika diwawancarai media para pengendara yang bernopol N, sempat kaget saat para Bonek mendatangi mobil mereka. Yang ada dalam benak pengendara saat itu, mereka akan dikerjain. Tetapi hal itu tidak terjadi. Malah peserta gerakan tersebut memberikan rasa aman dalam simbol bunga perdamaian.
Seketika, Surabaya yang panas menjadi adem dengan tindakan balasan yang elegan ini. Dukungan publik pun mengalir deras dengan gerakan bagi-bagi bunga kepada kedaraan Plat N ini. Surabaya yang sedang emosi, karena saudara mereka yg ber-plat L sedang dikerjai di Malang menjadi tenang.
Publik di Malang pun terhenyak dengan aksi balasan Arek-Arek Surabaya ini. Mereka sungguh tidak mengira, Ketika Bonek yang dilabeli biangnya aksi kekerasan, justru memberikan pelajaran yang cukup telak bagi mereka. “Kekerasan dibalas dengan Bunga” mempuyai efek pembelajaran moral cukup kuat.
Saat itupun pujian mengalir tidak hanya dari surabaya dan luar Surabaya, tapi juga datang dari publik Malang. Media online Ongisnade.Net milik Aremania yang juga menayangkan berita ini, dikolom comentnya dibanjiri pujian-pujian untuk Bonek dan Arek Suroboyo.
Mereka membandingkan apa yg dilakukan kedua belah pihak. Jika diibaratkan dalam pertandingan, skor sementara Arek Suroboyo 1, sedangkan Aremania Zonk alias Nol.
Dari kenangan ini seharusnya bisa ditarik garis kesimpulan, bahwa sebenarnya Arek Suroboyo atau Bonek ini berjiwa besar, mereka mampu membedakan mana dendam dan mana yg seharusnya tidak dianggap sebagai ancaman musuh. Arek-Arek sadar bahwa aksi balas dendam dengan melakukan hal serupa tidak akan merubah keadaan malah akan memperparah situasi kotanya.
Semoga jiwa besar saat itu bisa menjadikan motivasi Arek-Arek Bonek dalam bertindak. Menjadi pelajaran bahwa kekerasan adalah hal yang harus dihindari. Semoga bisa menjadikan Bonek sebagai pribadi yang membanggakan.
Semoga…