Wacana UU Suporter Sepak Bola, Antony Sutton Pilih Edukasi

Foto: Antony Sutton
Iklan

EJ – Beberapa waktu yang lalu, EJ memuat tulisan wartawan Jawa Pos, Mohammad Ilham, yang memberikan wacana seputar perlunya Indonesia membuat sebuah UU Suporter Sepak Bola. UU ini digunakan untuk menghentikan maraknya kekerasan antar suporter. Ilham mencontohkan bagaimana UU yang mengatur suporter di Inggris sangat efektif diberlakukan menyusul tragedi Heysel yang memakan banyak korban jiwa suporter.

Banyak pro dan kontra menyikapi tulisan tersebut. EJ lantas menanyakan pendapat Antony Sutton, blogger asal Inggris yang lebih dikenal sebagai Jakarta Casual, tentang wacana UU Suporter Sepak Bola. Sebagai suporter salah satu klub di Inggris, tentu ia punya perspektif tersendiri tentang UU yang telah diterapkan di Inggris itu.

Antony yang juga penulis buku Sepakbola, The Indonesian Way Of Life menyatakan bahwa ia tidak yakin UU Suporter Sepak Bola akan efektif diterapkan. Ia lebih memberi saran agar permasalahan kekerasan antar suporter bisa diselesaikan oleh suporter sendiri. Berikut pendapat Antony Sutton selengkapnya.

***

Iklan

Hukum berlaku efektif di Inggris karena didukung dengan penegakan hukum yang baik. Masyarakat mungkin tidak menyukai hukum itu, namun mereka menghormatinya. Dan ketika hukum itu dilanggar maka bisa mendatangkan denda yang sangat mahal. Tak seorang pun mau dihukum seumur hidup hanya karena kesalahan kecil.

Pada era 70-an, 80-an saat terdapat banyak masalah serius seperti kekerasan antar suporter, hooligans mungkin akan terkena pentungan atau mendapat denda di pengadilan. Tapi tentu saja mereka akan berkelahi lagi di pertandingan berikutnya.

Sekarang CCTV di mana-mana sehingga sangat sulit berperilaku buruk karena resikonya sangat tinggi. Orang-orang punya banyak cicilan, membeli TV dan mobil dengan kredit, dll. Jika mendapat masalah dengan aparat kepolisian, mereka akan kehilangan segalanya.

Di Inggris, ada banyak peraturan ketat di mana-mana. Di jalan-jalan, kereta api, toko-toko. Jika kamu berkendara melebihi kecepatan, kamu akan didenda. Jika kamu tidak punya lisensi TV, kamu bakal didenda. Orang-orang tahu jika melanggar, peraturan tersebut akan membuat mereka kehilangan banyak uang.

Antony Sutton. Foto: Donie VJ/EJ

Sementara di Indonesia, jenis kekerasan dan masyarakatnya berbeda. Hanya ada sedikit pengacau yang mencari perkelahian di hari pertandingan. Kebanyakan yang terjadi adalah kejadian-kejadian yang spontan seperti yang kita lihat di Bandung. Atau seperti yang kita lihat di tempat-tempat lain di mana suporter rival terpantau dan sekelompok orang menyerangnya. Ini bisa dibilang bullying.

Spontanitas membuat polisi sulit untuk mencegahnya. Di Indonesia, hari pertandingan sangat kacau. Orang-orang bisa pergi ke mana pun mereka inginkan, melakukan apapun yang mereka mau.

Saya masih yakin jika cara terbaik mengatasi kekerasan antar suporter adalah mengubah cara berpikir di tataran akar rumput. Kumpulkan tokoh-tokoh suporter seperti Andie Peci, Bung Ferry, Harrie (Arema), Heru, dll untuk bekerja sama membuat sebuah program yang bisa menjangkau sekolah-sekolah. Tujuannya agar bisa memberi contoh bagaimana seharusnya suporter berperilaku. Kita butuh atmosfer itu tapi bullying harus dihentikan. Jika tidak, banyak suporter akan mati.

Mereka harus bekerja sama, berkoordinasi di tingkat nasional tetapi di tingkat lokal bisa membangun relasi. Sebagai contoh membangun hubungan baik antara Bonek dengan Aremania.

Saat ini, suporter membunuh suporter lainnya dan tak seorang pun peduli di antara sebuah hastag dan berita. Mungkin saatnya suporter berhenti menyalahkan suporter lain dan mulai melihat diri mereka. Dan dengan tokoh-tokoh yang bisa dicontoh seperti yang saya sebutkan di atas, perlahan-lahan, cara berpikir suporter mungkin bisa berubah.

Kamu tahu fans-fans yang pergi menonton pertandingan tetapi tidak mau membeli tiket meski itu ilegal, apakah hukum bisa menghentikan mereka? Namun jika seseorang seperti Andie Peci berkata “Hei, dukung tim kamu, pergilah naik kendaraan umum!”, apakah orang-orang itu mau mendengarnya?

Secara keseluruhan, suporter telah melakukan tugasnya dengan baik, tetapi lebih banyak yang harus dilakukan untuk membasmi tindakan-tindakan bullying acak.

Saya berada di stadion milik Persela beberapa waktu lalu dan melihat beberapa suporter menyalakan flare. Suporter di sekitarnya langsung berusaha menghentikannya dan aparat keamanan pun membawa suporter itu keluar

Jadi suporter harus bisa mengawasi diri mereka sendiri, melihat perilaku tertentu salah dan mengambil tindakan. Ini akan menjadi respon yang lebih baik daripada aparat keamanan turun tangan dan mengayunkan tongkat.

Dan lagi, siapa yang akan didengarkan oleh suporter? Aparat keamanan berseragam atau rekan-rekan mereka?

Sepak Bola Inggris Saat Ini Menurut Antony Sutton

Suporter di Inggris diingatkan di setiap pertandingan untuk tidak rasis atau melakukan tindakan-tindakan diskriminatif. Jika melihat pendukung lain melakukannya, mereka didorong untuk melaporkannya kepada aparat yang berwenang.

Untuk perilaku para pendukung, sepak bola menjadi lebih aman. Ini juga berkat peran dari legislatif. Namun, klub berinvestasi untuk stadion sehingga tiket menjadi mahal yang memaksa pendukung kawakan berhenti menonton pertandingan.

Hasilnya, laga-laga di EPL lebih hanya sebagai perjalanan ke gedung bioskop daripada sebuah pertandingan sepak bola. Tiket mahal hanya bisa dibeli oleh pengusaha, turis, kelas menengah yang tidak mempunyai latar belakang sepak bola. Itulah mengapa atmosfer di stadion-stadion milik Arsenal, Manchaster United, Manchester City begitu buruk.

Para pendukung yang mampu menyuguhkan atmosfer sepak bola tak bisa menjangkau harga tiket atau terpaksa duduk di bagian lain stadion sehingga menurunkan atmosfer pertandingan.

Pergi menonton laga-laga EPL saat ini bagi banyak orang layaknya mengunjungi Buckingham Palace atau Tower of London. Sebuah tempat yang dikunjungi untuk melakukan selfie.

Atmosfer stadion-stadion di Inggris tidak begitu bagus, tidak seperti di Indonesia. (*/iwe)

Komentar Artikel

Iklan

No posts to display