Mencintai Sepak Bola Indonesia Meski Kusut

Foto: Joko Kristiono/EJ
Iklan

“Mencintai Sepak Bola Indonesia Meski Kusut.” Mungkin kalimat itu yang bisa menggambarkan kondisi sepak bola tanah air dan para suporternya untuk saat ini. Kalimat ini saya pinjam dari buku yang judulnya sama dari sang penulis, wartawan senior Mas Miftakhul FS. Permasalahan demi permasalahan yang tak kunjung usai bak air mengalir dari hulu ke kehilir menjadi pemandangan kacau namun nyatanya memang ada. Mulai penunggakan gaji pemain yang masih belum terbayarkan, kerusuhan antar suporter, dugaan praktek pengaturan skor, sepak bola gajah sampai prestasi Timnas Indonesia yang bobrok.

Permasalahan seperti ini bukanlah hal baru bagi persepakbolaan Indonesia. Jauh di beberapa dekcade pun sudah ada kasus serupa. Contoh seperti kasus aksi Mursyid Efendi yang melakukan goal bunuh diri ke gawang sendiri saat Timnas Indonesia melawan Thailand pada Piala AFF pada 31 Agustus 1998. Kedua tim saling mengalah agar terhindar dari Vietnam yang saat itu superior dan juga jadi tuan rumah. Namun gol bunuh diri Mursyid Efendi ini sangat jelas dilakukan dengan kesengajaan. Dan pada akhirnya Mursyid dihukum tidak boleh melakukan aktivitas sepak bola seumur hidup oleh FIFA.

Di kompetisi Indonesia juga terjadi hal yang tak mencerminkan sportivitas. Kita menengok ke belakang pada 2014 di mana sepak bola gajah dipraktekkan. Kala itu PSIS Semarang dan PSS Sleman sebagai pelakunya. Ada lima gol dan kelima gol itu semuanya diciptakan dari gol bunuh diri. Heri Kiswanto yang kala itu menjadi pelatih juga terkena imbasnya. Dia dihukum seumur hidup oleh komdis PSSI sampai akhirnya direhabilisasi. Sungguh sejarah yang kelam sampai berita ini disorot oleh media dan publik dunia.

BACA:  Antara Francesco Totti dan Mat Halil, Dua Pengabdi Klub Ibukota

Baru-baru ini juga muncul kasus yang dicurigai praktek pengaturan skor oleh mafia sepak bola Indonesia. Tentu kita tidak lupa pada pertandingan Aceh United yang berhadapan dengan PSMP Mojokerto. Hadiah tendangan penalti yang diberikan oleh wasit untuk PSMP Mojokerto Putra pada akhir babak kedua di menit 88. Eksekutor kala itu diambil oleh Krisna Adi. Ada keganjalan di sini. Eksekutor penalti PSMP Mojokerto yang selama ini diambil Indra Setiawan dan selalu mulus tapi untuk kali ini diambil oleh Krisna Adi. Dan pada akhirnya tendangan eksekusi penalti Krisna Adi melenceng jauh di kiri penjaga gawang Aceh United.

Iklan

Beberapa kasus di atas adalah contoh kecil amburadulnya sistem dan tata pengelolaan sepak bola kita. Jika kita bicara penunggakan gaji pemain yang baru-baru ini menimpa Sriwijaya FC dan pemain Aceh United yang sempat mau melakukan mogok main. Di Persebaya pun juga pernah mengalami hal seperti ini di era Cholid Gorohmah. Namum semakin kesini tata cara pengelolaan manajamen Persebaya semakin profesional sehingga tidak terjadi lagi penunggakan gaji pemain.

Di Acara MataNajwa yang bertajuk “PSSI BISA APA?” di salah satu stasiun televisi swasta sedikit membuka wawasan kita tentang carut marutnya persepak bolaan Indonesia hingga timnas senior yang nihil prestasi. Berbagai permasalahan gelap gempitanya sepak bola semakin buka-bukaan dan blak-blakan. Kita sebagai pecinta sepak bola seakan masuk dalam narasi film/drama dan mafia di dalamnya sebagai sutradara.

BACA:  Apakah Arema FC Layak Disebut Rival Klasik Persebaya?

Jika sepak bola adalah hiburan rakyat lantas benarkah hiburan itu menjadi ladang untuk kepentingan memperkaya diri sendiri dan atau satu golongan? Sepak bola yang indah adalah sepak bola yang dimainkan dengan hati dan dengan tujuan bersih.

Saya meminjam kutipan dari Gheeto TW sang penulis buku “Memahami Kesuksesan dari Kacamata Sepak Bola”. Menurutnya sesungguhnya sepak bola adalah tentang hidup kita. Sepak bola bukan sekadar tentang “sepak” (kata kerja) atau “bola” (kata benda), melainkan tentang siapa yang menyepak bola, ke mana arahnya, bagaimana filosofinya, dan apa dampaknya bagi peradaban manusia. Bahkan lebih dari itu, melalui sepakbola kita dapat melihat yang meta (yang tak terlihat) oleh ribuan mata penonton di stadion maupun jutaan pasang mata pemirsa televisi.

Permainan sepak bola diciptakan oleh manusia. Namun, sadar atau tidak, prinsip-prinsip dalam permainan ini “meniru” cara Tuhan menciptakan dunia dan segala hukumnya, baik hukum alam, moral, maupun keteraturan seluruh jagat raya. Lapangan bola adalah miniatur kehidupan. Di sana ada kedaulatan wasit yang mengadili pertandingan sebagaimana Tuhan berdaulat penuh atas hidup manusia di atas lapangan kehidupan. (*)

Komentar Artikel

Iklan

No posts to display